Pemerintah mulai menerapkan relaksasi PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) dengan melonggarkan semua jalur transportasi dan membuka kembali pekerjaan-pekerjaan non esensial terutama untuk karyawan di bawah 45 tahun.
Kebijakan tersebut menurut Respon COVID-19 Indonesia yang merupakan inisiasi kerjasama Lab Riset Sistem Komputer dan Jaringan, DIKE FMIPA UGM, dan Start Up Widya Analytic, sebagai kebijakan yang tak berbasis data dan cenderung spekulatif.
“Informasi Kurva yang Melandai yang mulai dihembuskan saat ini ternyata semu belaka. Semu dalam artian, pertambahan kasus memang melandai beberapa saat tetapi ini lebih karena efek implementasi PSBB yang dijalankan sebelumnya,” kata Koordinator Respon COVID-19 Indonesia, Mardhani Riasetiawan, di Yogyakarta, Senin (18/5).
Menurut Mardhani penerapan PSBB 2 minggu – 1 bulan ini meski belum optimal terbukti menekan sebaran COVID-19, tapi jika kurva melandai tersebut justru menghasilkan respon pelonggaran hal itu seperti membuka ikatan kuat untuk menahan jebolnya air. Dan efek ledak dan jebolnya kurva melandai ini akan memunculkan wave ke-2 atau wave berikutnya, bukan di episentrum wilayah saat ini tetapi di daerah yang menjadi lokasi/destinasi tujuan mobilitas manusia.
Berikut adalah analisis grafik yang dihasilkan terjadinya pola pertambahan signifikan kasus di daerah dengan membagi klaster per pulau dengan asumsi dalam satu kawasan pulau memudahkan mobilisasi warganya.

Melihat pola tersebut, Mardhani yang merupakan dosen Ilmu Komputer FMIPA UGM, mengatakan, alangkah baiknya jika pemangku kepentingan terus mengoptimalkan PSBB karena kebijakan relaksasi PSBB justru hanya akan mengeser pola pertumbuhan ke daerah dan memunculkan banyaknya klaster kasus baru yang tidak terprediksi.
PSBB adalah model yang “so far” masih bisa digunakan untuk menahan, belum menekan atau menghilangkan. Sembari menahan sebenarnya ini adalah waktu yang tepat untuk mengatur semua sumber daya negara ini untuk melewati pandemi dalam jangka panjang, baik secara ekonomi, politik dan sosial kemanusiaan.
“Kebijakan haruslah ketat dan linier antara Pusat dan Daerah, tidak ada kebijakan yang ambigu bahkan tidak konsisten. Beberapa negara saat ini sudah memulai relaksasi tapi berani mengambil langkah disiplin, ketat dan pressure benar ke disiplin masyarakat dalam kurun waktu 2-3 bulan diawal,” papar Mardhani seraya mengakhiri pernyataannya dengan, “Indonesia pasti bisa melewati tapi dengan kunci disiplin dan konsisten, serta speak with data.” (ESP/YK-1)