Singgih Bekti, 23 tahun, sedang panen srikaya. Dia adalah petani muda asal Grobogan Jawa Tengah. Pohonnya memang tak terlalu banyak, karena srikaya memang bukan komoditas utama yang dia kembangkan.
Meski begitu, hasil panen tahun ini sangat menggembirakan, di tengah menanti musim panen kacang hijau sekitar sebulan ke depan. Satu pohon, kira-kira bisa menghasilkan lebih dari 10 kilogram srikaya.
“Alhamdulillah bagus, buahnya melimpah,” ujar Singgih, awal pekan ini.
Bulan-bulan ini pohon-pohon srikayanya memang sedang banyak-banyaknya berbuah. Sebenarnya srikaya tak mengenal musim, dia akan berbunga setiap saat. Sayangnya bunga yang ada banyak yang kering, tak selalu bisa menjadi buah.
“Kecuali kalau dirawat beneran, bisa jadi buah semua,” lanjutnya.
Pakar Manajemen Produksi Tanaman UGM, Dody Kastono mengatakan hal senada. Menurutnya, buah yang masih satu famili dengan sirsak ini memang tidak mengenal musim, meski di periode-periode tertentu ada masa puncaknya.
“Memang di bulan-bulan tertentu ada masa puncak dia berbuah paling banyak, Mulai pertengahan Januari sampai akhir Februari itu relatif lebih banyak,” katanya.
Susahnya Cari Pasar Srikaya

Meski buahnya melimpah, namun Singgih dan para petani di kampungnya masih kesulitan untuk memasarkan srikaya mereka. Biasanya mereka akan membagi-bagikan hasil panennya ke tetangga sekitar, alih-alih menjualnya. Jika pun dijual, biasanya hanya dijual ke pedagang yang ada di desa itu saja. Hal itu karena sulitnya mencari pasar untuk srikaya.
“Mencari line pasar untuk produk basah itu nggak gampang dan harus spekulasi tinggi, apalagi srikaya,” ujar Singgih.
Misalnya mereka memetik srikaya yang sudah tua dengan daging buah yang sudah tebal dan maksimal, maka selang sehari saja sudah matang dan lembek, bahkan tak jarang ada yang hancur. Bahkan untuk srikaya yang sudah terlalu tua, ketika dipetik pagi, sore harinya sudah banyak yang benyek.
“Kalau dipetik muda, dagingnya belum banyak, kan enggak mungkin makan bijinya, hehe,” lanjut Singgih terkekeh.
Dody mengatakan beberapa faktor yang membuat srikaya sampai sekarang masih sulit untuk menemukan pasarnya. Pertama seperti yang dikatakan Singgih, srikaya merupakan jenis buah yang cepat sekali busuk ketika sudah masak.
Srikaya tidak bisa disimpan terlalu lama, karena itu setelah dipanen harus segera dikonsumsi. Proses pemetikannya harus dilakukan ketika buah menjelang masak, sehingga masih ada waktu untuk melakukan distribusi.
“Kalau dibawa ke luar wilayah, itu beresiko, karena memang cepat sekali busuk. Jadi proses panen dan pascapanennya benar-benar harus diperhatikan,” ujar Dody.
Persoalan lain, bentuk, ukuran, warna, dan tingkat kemasakan srikaya juga belum seragam. Padahal, keseragaman itu merupakan salah satu standar kualitas yang harus dipenuhi. Karena itu, sampai sekarang jangankan menembus pasar ekspor, pasar domestik saja masih sangat sulit dijangkau.
Untuk itu sangat penting memahami siapa sebenarnya pasar srikaya, siapa yang mengonsumsi, dan sebagainya.
“Sehingga penanganan pascapanen, pengangkutan, distribusi, dan sebagainya itu bisa lebih baik,” lanjutnya.
Apalagi srikaya memiliki tekstur buah yang lembek dan banyak bijinya, sehingga banyak juga orang yang kurang suka. Masalah-masalah itu yang kemudian membuat para petani tidak begitu tertarik membudidayakan srikaya secara serius.
Srikaya biasanya ditanam hanya sebagai tanaman selingan saja, bukan yang jadi penghasilan utama. Penjualannya juga sebatas di warung-warung kecil atau di pinggir jalan, jarang ada di pasar induk apalagi supermarket. Kendati demikian, pengembangan srikaya juga terus dilakukan. Di beberapa daerah, kata Dody sudah mulai dikembangkan srikaya tanpa biji.
Memilih Srikaya Terbaik

Untuk memilih srikaya dengan kualitas terbaik, ada beberapa hal yang bisa dijadikan petunjuk. Pertama, srikaya yang baik sudah memiliki ukuran yang maksimal dan bentuk yang bagus, yakni membulat dan agak meruncing di bagian bawahnya.
Kulit srikaya yang bagus, ketika sudah masak biasanya akan ada renggangan di antara kulitnya. Warna kulitnya juga sudah tidak hijau tua lagi, melainkan sudah agak memudar atau hijau keputihan. Srikaya yang bagus, di antara lekukan kulitnya biasanya juga terlihat ada guratan warna putih.
“Itu menunjukkan bahwa tekstur dagingnya sudah mulai lembut, sudah mau ke masak, siap konsumsi,” jelasnya.
Waktu untuk berburu srikaya dengan kualitas terbaik justru bukan saat periode panen raya seperti sekarang. Ketika di luar panen raya, srikaya yang dijual biasanya yang benar-benar sudah tua.
“Tapi kalau pas panen raya, itu biasanya kan semua dipetik, jadi kadang ada yang kualitasnya kurang bagus,” lanjutnya.
Mudah Dibudidayakan

Menurut Singgih, budidaya srikaya sebenarnya tidak terlalu susah, bahkan cenderung lebih mudah ketimbang komoditas pertanian lainnya. Namun sulitnya pengolahan pascapanen itulah yang membuatnya dan petani lain masih enggan membudidayakannya secara serius.
Sebenarnya bisa saja srikaya-srikaya yang mereka panen dibuat produk olahan, selain menjadikannya lebih tahan lama juga bisa meningkatkan nilai jualnya. Kata Singgih, srikaya bisa dijadikan berbagai olahan makanan mulai dari roti, selai, agar-agar, dodol, dan masih banyak lagi.
Sayangnya para petani di desa tak punya waktu cukup untuk mengolah srikaya menjadi berbagai macam produk. Mereka juga punya lahan lain yang harus digarap seperti sawah, hortikultura, dan yang lainnya.
“Desa butuh banyak resource SDM muda, visioner, berani ambil risiko, berani kotor, berwawasan, dan jaringan luas,” tegas Singgih yang merupakan alumni Teknik Mekatronika Universitas Negeri Yogyakarta (UNY).
Kata Dody, srikaya sebenarnya berasal dari Australia. Namun karena sangat mudah beradaptasi dengan lingkungan sekitar, persebarannya menjadi sangat luas. Pohon srikaya bisa hidup di dataran tinggi sampai di daerah gersang yang kekeringan air.
Di Yogyakarta, beberapa wilayah juga memiliki potensi srikaya yang cukup besar, misalnya di beberapa kecamatan di Gunungkidul dan di Mangunan, Bantul.
“Tapi baru skala pekarangan, belum sampai skala industri karena masalah-masalah tadi,” ujarnya.
Masa panen srikaya juga cukup singkat, 3 sampai 4 bulan sejak berbunga, srikaya sudah bisa dipanen. Potensi budidaya srikaya menurutnya cukup besar, terlebih sejauh ini harga jual srikaya relatif stabil di angka Rp 8 ribu sampai Rp 12 ribu per kilogram. Hanya saja semua potensi itu belum dikelola secara profesional, apalagi untuk kepentingan ekspor.
Karena mudah beradaptasi dengan lingkungan sekitar, bahkan di lahan marjinal sekalipun, pohon srikaya memiliki kemampuan konservasi lahan dan air yang cukup baik.
“Daya adaptasinya bagus, bisa di dataran tinggi dan di tempat yang gersang, tahan terhadap kekeringan, lahan terjaga dari erosi, run off, longsor, tapi produktif. Tidak hanya berfungsi sebagai pelindung,” jelas Dody.
Untuk kesehatan, srikaya juga tidak perlu diragukan. Menurut Dody, srikaya dapat menjaga kesehatan sistem pencernaan, meningkatkan daya tahan tubuh, mengurangi risiko kanker, hingga mencegah penyakit kardiovaskular serta menjaga agar gula darah tetap stabil. Selain buahnya, bijinya juga bisa dimanfaatkan sebagai bahan pestisida alami.
“Selain itu rasanya juga lezat sekali dan harum buahnya tiada tara,” kaya Dody. (Widi Erha Pradana / YK-1)