Di tengah pandemi, anggrek-anggrek di GreenhouseMoesoSuryowinoto Research Center, Fakultas Biologi UGM yang dikelola oleh Laboratorium Bioteknologi justru mulai bermekaran indah. Warna merah dan putih dari mahkota anggrek mendominasi greenhouse.
Ketua Departemen Biologi Tropika, Endang Semiarti, mengatakan ada sejumlah jenis anggrek yang kini sedang berbunga. Beberapa anggrek yang kini sedang indah-indahnya di antaranya Phalaenopsis atau anggrek bulan, Dendrobiummutabile yang merupakan anggrek endemik Merapi, Eria, Polydota, Spathoglottisplicata serta beberapa anggrek spesies.
“Pandemi COVID-19 tampaknya tidak berpengaruh secara langsung, tetapi karena jumlah orang yang datang ke green house berkurang karena WFH tampaknya berkorelasi positif. Anggreknya banyak yang berbunga,” kata Endang Semiarti yang sudah sejak 1987 telah mendalami anggrek secara intensif, Sabtu (2/5).
Menurut Endang, anggrek-anggrek hibrida memang bisa dibungakan terus menerus dengan pupuk NPK yang mengandung unsur P tinggi. Supaya terus berbunga, pemupukan biasanya dilakukan sekali dalam sepekan.
“Kalau anggrek alam atau spesies biasanya sangat tergantung musim,” jelasnya.
Kabar Anggrek Merapi yang Dikawinkan Ratu Belanda

Di antara ratusan tanaman anggrek yang ada di GreenhouseMoesoSuryowinoto Research Center, salah satu yang paling istimewa adalah Vanda tricolor Lindlley, anggrek endemik Gunung Merapi yang telah dikawinkan oleh Ratu Belanda, MaximaZorreguietaCerruti, pertengahan Maret silam.
Anggrek yang disilangkan oleh Ratu Maxima ini menurut Endang sudah berbunga, dan kini bunganya sudah menjadi buah. “Buahnya akan masak dan biji siap tanam kira-kira bulan September yang akan datang. Semoga darurat COVID-19 sudah selesai,” kata Endang Semiarti.
Dalam satu buah anggrek Vanda tricolor Lindlley, bisa berisi 3 sampai 4 juta biji ketika sudah masanya dipanen nanti. Sementara Vanda tricolor Lindlley yang disilangkan Ratu Maxima kini sudah menghasilkan tiga buah anggrek yang siap dipanen September mendatang. Artinya, hasil persilangan Ratu Maxima bisa menghasilkan biji anggrek yang siap ditanam antara 9 sampai 12 juta. “Bijinya seperti debu, kecil sekali ukurannya,” jelas Endang.
Kendati demikian, tidak semua biji bisa hidup dan tumbuh menjadi tanaman anggrek yang baru. Sukses tidaknya penyemaian, akan sangat tergantung pada media tumbuh yang digunakan. Jika disemai di laboratorium, tingkat keberhasilannya bisa mencapai lebih dari 70 persen dari seluruh biji yang ada. Namun ketika di alam, sangat sulit mencapai angka keberhasilan setinggi itu. Sebab, untuk membantu perkecambahan biji anggrek, Vanda tricolor Lindlley harus bersimbiosis dengan jamur mikoriza.
“Karena embrio anggrek umumnya endosperm atau cadangan makanannya tidak berkembang,” ujarnya.
Tentang Greenhouse Moeso Suryowinoto Research Center

Nama GreenhouseMoesoSuryowinoto Research Center yang kini digunakan untuk mengembangkan anggrek di Fakultas Biologi UGM diambil dari nama Prof MoesoSuryowinoto. Prof Moeso adalah salah satu dari sedikit orang yang mau meneliti anggrek, hingga dia dijuluki Bapak Anggrek Indonesia. “Beliau adalah ahli anggrek dan salah satu pendiri Perhimpunan Anggrek Indonesia (PAI) pada tahun 1956, dan tahun 86 menjadi Ketua PAI Yogya,” kenang Endang.
Endang merupakan anak didik Prof Moeso. Sepulang dari Jepang setelah menempuh studi doktoralnya, Endang melanjutkan kiprah sang guru untuk terus meneliti anggrek. Tak sia-sia, Endang bukan hanya meneliti, tapi juga berhasil menyelamatkan sejumlah anggrek khas Indonesia yang hampir punah. Beberapa di antaranya adalah anggrek hitam Coelogyn pandurata dari Kalimantan, Phalaenopsis amabilis dari Gunungkidul, serta Vanda tricolor Lindlley dari lereng Merapi.
Vanda tricolor merupakan salah satu yang paling fenomenal, pasalnya anggrek langka yang tahan hawa panas ini nyaris punah ketika erupsi Merapi pada 2010. Di laboratorium, Vanda tricolor kemudian dikonservasi dan diperbanyak dengan cara kultur jaringan dan bioteknologi rekayasa genetika oleh Endang Semiarti.
Anggrek menurut Endang merupakan tanaman yang istimewa. Selain dinikmati keindahan bunganya, anggrek menurutnya juga bisa dimanfaatkan sebagai aromaterapi, obat-obatan, serta bahan kosmetik. Misalnya di China, anggrek telah dijadikan bahan baku untuk pembuatan lipstik. Sayangnya, pemanfaatan anggrek di dalam negeri belum mengarah ke sana, belum banyak perhatian dari pemerintah untuk spesies bunga yang sangat cantik ini. (Widi Erha Pradana / YK-1)