Pukulan Anak Tukang Cukur di Jogja Bawa Indonesia Juara Dunia Karate

Pukulan Anak Tukang Cukur di Jogja Bawa Indonesia Juara Dunia Karate

Jantung Nathaniel Abimanyu, 13 tahun, berdebar kencang ketika berhadapan dengan karateka perwakilan Luxemberg yang memiliki postur lebih jangkung darinya. Ototnya masih sedikit kaku, karena belum terbiasa dengan cuaca dingin di negeri Eropa itu. Ditambah sorak-sorai pendukung tuan rumah yang terus berusaha menjatuhkan mentalnya.

Wasit berdiri di antara dua petarung itu, memastikan keduanya sudah siap untuk saling jual beli serangan. Kedua petarung membungkuk, saling memberikan homat sebelum pertandingan benar-benar dimulai.

“Shobu hajime!” kata wasit menandakan pertandingan mendebarkan itu dimulai.

Sepanjang awal pertandingan itu, Abimanyu masih diselimuti perasaan grogi. Bahkan mentalnya hampir jatuh karena dia belum juga mendapatkan poin meski pertandingan sudah berjalan satu menit; itu artinya dia hanya punya waktu 30 detik lagi untuk bisa mencuri poin.

Pukulan dan tendangan berhasil ditangkis lawan, begitu juga dengan upaya lawan mencuri poin yang selalu bisa dipatahkan oleh Abimanyu. Ketika mentalnya hampir jatuh itu, ada sebersit ingatan yang muncul di pikirannya. Ada nama besar yang dibawa oleh Abimanyu ke Luxemberg: Indonesia.

“Dari ribuan anak yang ikut seleksi dan bertanding di sana, saya yang dipilih. Saya ingin membuktikan bahwa saya memang pantas untuk mewakili Indonesia,” kata Abimanyu menceritakan perasaannya ketika menjalani pertandingan pertama pada Coupe Internationale De Kayl 2019, Kamis, (31/10), di Yogyakarta.

Ingatan itu berhasil memberikan motivasi kepada Abimanyu, mental juaranya perlahan bangkit lagi. Pukulan demi pukulan terus dilancarkan, hingga pukulan tangan kirinya yang mematikan berhasil mendarat di wajah sang lawan. Satu poin yang sangat berarti bagi Abimanyu.

Poin pertama itu semakin meningkatkan kepercayaan dirinya. Poin demi poin berhasil dia kumpulkan lewat pukulan-pukulan mematikan yang sukses medarat di kepala dan badan sang lawan. Bahkan, Abimanyu berhasil melakukan tendangan memutar memukau yang mendarat telak di kepala sang lawan: Tiga poin untuk Abimanyu.

Serangan lawan yang mencoba membalikkan keadaan selalu bisa dipatahkan olehnya. Dominasinya terus berlanjut hingga akhir pertandingan. Hasilnya, Abimanyu berhasil menutup laga pertamanya dengan skor meyakinkan, 8-0, sekaligus melenggang ke babak perempat final.

Anak Bandel Ditaklukkan Karate

Pukulan Anak Tukang Cukur di Jogja Bawa Indonesia Juara Dunia Karate
Ayah Abimanyu yang berprofesi sebagai tukang cukur di Jalan Monjali Yogyakarta. Sang ayah adalah mantan pemain sepak bola PSS Sleman U18 pada 1998 silam. Foto oleh Widi Erha

Abimanyu adalah satu dari 5 pelajar alumni Olimpiade Olahraga Siswa Nasional (O2SN) Tahun 2019 yang berhasil membawa Indonesia menjadi juara dunia dalam The Coupe Internationale De Kayl 2019 yang diselenggarakan di Luxemberg pada 15 – 21 Oktober 2019 lalu. Kejuaraan ini diikuti 721 atlet dari 15 negara.

Ke-5 pelajar tersebut adalah Salma Aulia pelajar SMPN 30 Jakarta, Luvena Milano Setyaka (SMPN 1 Surakarta), Muhammad Akio Zaiko (SMPN 115 Jakarta), Nathaniel Abimanyu (SMPN 3 Sleman), dan Denis Darmawan (MTs Negeri Salatiga).

Pandangan Jogja menemui Abimanyu di kios cukur rambut milik ayahnya di Jalan Monumen Jogja Kembali Yogyakarta. Sembari memotong rambut pelanggannya, ayah Abimanyu, Alqwa Ardianto, 40 tahun, membagi cerita bagaimana masa kecil Abimanyu hingga bermetamorfosa menjadi atlet Karate.

“Waktu masih kecil bisa dibilang bandel. Saat dia TK, dia pernah mendorong teman-temannya sampai nangis semua. Saya ingat benar itu,” kata Alqwa.

Kata Alqwa, anak pertamanya itu memang memiliki kemampuan fisik di atas rata-rata anak sebayanya. Bahkan, Abimanyu sudah bisa naik sepeda sejak usianya baru tiga tahun.

Tapi, keterlibatan Abimanyu di dunia karate bisa dibilang merupakan sebuah ketidaksengajaan. Kala itu, anak tetangga di kampung ada yang menjadi atlet karate yang kemudian mengajak anak-anak lain ikut serta latihan.

Pukulan Anak Tukang Cukur di Jogja Bawa Indonesia Juara Dunia Karate
Abimanyu saat melayani wawancara Pandangan Jogja. Foto oleh : Widi Erha

Abimanyu yang masih SD melihat teman-temannya ikut latihan karate, tak mau ketinggalan. Dia merengek kepada mamanya agar diikutkan latihan bersama teman-temannya. Orang tuanya tak kuasa membendung permintaan itu.

“Daripada nanti dewasa terjerumus pergaulan yang tidak sehat, mending latihan karate lah,” kata sang ayah yang ternyata mantan pemain sepak bola PSS Sleman U18 pada 1998 silam.

Siapa sangka, karate ternyata berhasil mengubah karakter Abimanyu.

“Abi jadi lebih bisa mengendalikan diri,” kata Alqwa yang juga diamini oleh Abimanyu.

Menurut Alqwa, karate bukan sekadar bela diri yang hanya mengandalkan kekuatan fisik semata, tapi juga harus bisa mengendalikan pikiran sepanjang pertandingan. Misalnya kapan seorang karateka harus melancarkan serangan, terlebih pukulan-pukulan dalam karate tidak semata-mata hanya memukul.

Setiap berhasil memukul lawan, maka seorang pemain harus langsung menarik lagi tangannya. Tidak seperti bela diri lain seperti tinju atau taekwondo misalnya, dimana pukulan dilakukan sekeras mungkin untuk menjatuhkan lawan.

“Kalau di karate, misal lawan sampai jatuh malah pelanggaran. Jadi kalau mukul, tangannya harus langsung ditarik. Di situ kan anak dilatih untuk mengendalikan diri juga,” kata Alqwa.

Abimanyu mengatakan bahwa dalam berlatih, karate tidak hanya melatih fisik dan jurus, tapi juga mental dan emosinya. Mental ini bukan hanya mental juara di dalam arena, tapi juga mental di luar pertandingan. Melalui karate, Abimanyu dilatih bagaimana menghormati dan menghargai orang lain.

“Misal ketemu sama orang yang lebih tua itu cium tangan, terus sebelum masuk ruang latihan harus hormat dulu, itu kan sederhana tapi artinya besar,” kata Abimanyu.

Dalam dunia karate, sesumbar adalah dosa besar. Semakin tinggi keterampilan yang dimiliki oleh seorang karateka, dia justru akan semakin rendah hati, begitu yang diceritakan Abimanyu. Meski sudah berkali-kali menjuarai kompetisi karate, di luar arena dia nyaris tidak pernah menunjukkan kemampuan bela dirinya. Dia bergaul seperti layaknya teman-temannya yang lain.

“Saya waktu masih kecil dulu itu suka rusuh, suka mukulin teman. Tapi setelah ikut karate saya jadi lebih bisa mengendalikan diri. Kalau kita berantem sama orang yang tidak punya kemampuan kayak kita, nggak pernah latihan, itu kan kita nggak beda sama pecundang,” ujarnya.

Dramatisnya Perebutan Medali Emas

Pukulan Anak Tukang Cukur di Jogja Bawa Indonesia Juara Dunia Karate
Foto koleksi Abimanyu

Abimanyu selalu bersikeras menolak jadi pecundang. Perjalanan pertamanya ke Eropa yang dia rasa sangat berat menekan di awal babak, menguap bersama kemenangan pertamanya. Kepercayaan diri Abimanyu membara, bikin takluk hawa dingin seantero Eropa.

Di babak selanjutnya, Abimanyu ditantang oleh wakil dari Prancis. Celaka bagi karateka asal Prancis itu, mental juara Abimanyu sudah tak terbendung pasca-kemenangan atas petarung tuan rumah. Pertandingan satu setengah menit itu berhasil ditutup oleh Abimanyu dengan skor 5-0.

Di semifinal, Abimanyu kembali ditantang oleh karateka tuan rumah. Namun, lagi-lagi pukulan dan tendangan mematikan Abimanyu berhasil mengantarkannya ke babak final. Siswa kelas XI SMPN 3 Sleman itu berhasil menutup pertandingan dengan kemenangan meyakinkan, 9-0, Abimanyu melenggang ke babak final.

Di babak final, Abimanyu ditantang oleh karateka asal Belgia. Laga itu menjadi laga paling berat bagi Abimanyu. Dia kembali didera grogi luar biasa. Apalagi, sebelum laga final itu ada waktu jeda yang cukup panjang yang membuat otot-ototnya kembali kaku karena hawa dingin yang menusuk.

“Walaupun sudah pemanasan terus menerus, tapi masih saja kaku,” kata pelajar 13 tahun itu.

Laga final berlangsung sengit, beberapa kali tendangan pemain lawan nyaris mengenai kepala Abimanyu, beruntung dia selalu berhasil menangkisnya. Melalui serangan balik, Abimanyu sukses mendaratkan pukulannya di kepala lawan, sehingga dia berhasil memimpin dengan skor 1-0.

Skor tipis itu bertahan hingga pertandingan tersisa dua detik.

Pukulan Anak Tukang Cukur di Jogja Bawa Indonesia Juara Dunia Karate
Foto koleksi Abimanyu

i saat-saat mendebarkan itu, petaka hendak menghampiri Abimanyu ketika tendangan keras lawan nyaris mengenai kepalanya. Jika saja tendangan itu berhasil mengenai kepalanya, otomatis lawan langsung memperoleh tiga poin yang akan menutup harapan Abimanyu menjuarai kejuaraan karate internasional ini. Beruntung tangan kirinya berhasil menangkis tendangan keras lawan dan di saat bersamaan dia melancarkan serangan balik dengan pukulan tangan kanan yang sukses membobol pertahanan lawan.

Abimanyu kembali meraih satu poin di detik-detik terakhir.

Abimanyu menutup laga final itu dengan skor 2-0, dan dia berhasil membuktikan bahwa dia memang pantas mewakili Indonesia di ajang karate internasional.

“Sempat down juga, soalnya tinggal dua detik hampir saja kena tendangan lawan. Saya sendiri merasa kalau tendangan itu memang kena kepala saya. Tapi Puji Tuhan,” kata Abimanyu sembari tersipu.

Sebelum wawancara benar-benar usai, ayah Abimanyu memberi bocoran penting. Sepulang dari Eropa, Abimanyu sempat ditawari untuk jadi bintang tamu eksklusif di sebuah acara televisi. Tapi Alqwa menolak tawaran itu, dia tidak mau nantinya anaknya malah menjadi besar kepala karena namanya terlalu dibesar-besarkan. Dia belajar dari atlet-atlet kebanyakan yang terlena dengan prestasi yang berhasil diraihnya karena terlalu dibesar-besarkan namanya. Karier atlet-atlet itu justru meredup setelah meraih prestasi gemilang.

“Saya nggak mau kalau Abimanyu nanti kena star syndrome,” kata Alqwa.

Dunia Abimanyu tahun-tahun mendatang masihlah hari penuh latihan, disiplin, dan sekolah. Jalan panjang Abimanyu sebagai atlet karate profesional baru saja dimulai. (Widi Erha Pradana / YK-1)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *