Sejumlah relawan dari Greenpeace Indonesia menggelar aksi damai untuk mengkampanyekan keselamatan penguin di habitat aslinya di Monumen Tugu Golong Gilig, Yogyakarta, Sabtu (8/2). Aksi itu merupakan upaya mereka mendesak pemerintah Indonesia untuk membawa isu penguin dalam pertemuan final yang membahas Perjanjian Laut Internasional (Global Ocean Treaty) di New York, akhir Maret mendatang.
Ibar Furqonul Akbar, salah seorang relawan mengatakan Perjanjian Laut Internasional adalah momen krusial yang akan menentukan masa depan laut dunia.
Menurutnya, dalam perjanjian tersebut, tidak seharusnya hanya membahas isu-isu politik ekonomi seperti batas-batas wilayah antarnegara, perdagangan, dan sebagainya. Perjanjian Laut Internasional semestinya juga membahas isu-isu ekologi, misal pencemaran air laut, kanaikan muka air laut karena pencairan es di kutub, dan sebagainya. Penguin dinilai cocok menjadi ikon gerakan mereka karena sangat dekat dengan kelestarian laut dan es.
“Jadi penguin ini sebagai ikon untuk mengangkat isu besarnya tentang kelestarian laut dan perubahan iklim,” ujar Ibar.
Jika pemerintah berhasil membawa isu penguin dan kelestarian ekologi laut ini untuk dibahas di perjanjian nanti, maka yang akan selamat bukan hanya penguin. Misalnya soal kenaikan muka air laut karena pencairan es, jika tidak ditangani hal itu dapat menenggelamkan pulau-pulau, tidak terkecuali yang ditinggali oleh manusia.
“Kalau pemerintah berhasil dan serius (membawa isu ekologi), bukan hanya penguin saja yang selamat. Ikan di laut, nelayan, dan manusia di dunia, semua juga akan selamat dari masalah ini,” lanjutnya.
Penguin, Si Lucu yang Terancam Punah
Hampir semua menyukai penguin, tapi tak semua sadar kalau penguin sedang dalam situasi sulit. Dari 18 spesies, 13 di antaranya terancam punah dan butuh perlindungan khusus. Perubahan iklim yang mengakibatkan rusaknya habitat mereka dan berkurangnya sumber makanan di alam adalah faktor utama yang menyebabkan penguin ini terancam punah.
“Dua habitatnya dia (penguin), laut dan es itu sudah tidak aman karena pencemaran dan perubahan iklim,” kata Maftuchah Nugrahaini, relawan Greenpeace Indonesia lainnya.
Kapal-kapal raksasa milik nelayan di samudera Antartika menyedot sangat banyak krill, sejenis udang yang merupakan makanan penguin. Tercemarnya air laut semakin memperparah keadaan, emisi karbon diperkirakan membuat 30 persen air laut lebih asam ketimbang 50 tahun silam. Akibatnya, populasi krill dan plankton sebagai makanan penguin pun kian menyusut.
“Belum ditambah pencemaran akibat tumpahan minyak, sampah plastik, dan sebagainya,” jelas Maftuchah.
Meski keberadaannya bisa dibilang jauh dari Indonesia, namun bukan berarti kita tidak perlu mengabaikan penguin. Menurut Maftuchah, penguin tak sekadar hewan yang selalu ditampilkan lucu sebagai boneka atau kartun di televisi.
“Punahnya penguin merupakan sebuah tanda bahwa semesta sedang tidak baik-baik saja, dan bahaya besar sedang mengintai manusia,” tegas Maftuchah.
Menanam Pohon sampai Energi Terbarukan
Greenpeace berharap agar isu tentang kelestarian penguin dan habitatnya akan dibahas secara serius di Perjanjian Laut Internasional Maret nanti. Salah satu tuntutannya adalah dihasilkannya peraturan internasional tentang bagaimana perlindungan terhadap penguin.
Selain itu, bagi masyarakat yang tinggal di iklim tropis, kontribusi yang bisa dilakukan untuk menjaga kelestarian penguin adalah dengan menurunkan temperatur suhu untuk mencegah laju pemanasan global. Sebenarnya sudah ada perjanjian untuk mengatasi pemanasan global, salah satunya adalah Paris Agreement. Namun hasilnya sampai sekarang ternyata belum sesuai harapan.
“Salah satunya dengan mulai beralih ke energi terbarukan yang ramah lingkungan. Kemudian pemerintah juga harus tegas terhadap pembukaan lahan yang semena-mena,” kata Ibar.
Kita juga bisa memulai dari hal-hal sederhana di kehidupan sehari-hari, misal dengan mulai mengurangi penggunaan plastik serta bahan-bahan lain yang berpotensi mencemari lingkungan dan mempercepat terjadinya perubahan iklim. Kita juga bisa ikut berkontribusi menurunkan suhu global dengan menanam pohon di pekarangan rumah.
“Memang kelihatannya sepele menanam pohon. Tapi kan itu salah satu investasi masa depan juga,” ujar Maftuchah. (Widi Erha Pradana / YK-1)