Pengetatan dan Pelonggaran Karantina Akan Terus Berulang Sampai Vaksin Ditemukan

Pengetatan dan Pelonggaran Karantina Akan Terus Berulang Sampai Vaksin Ditemukan

Cara terbaik untuk melindungi rumah sakit dari kelebihan kapasitas adalah menjaga jarak aman sosial, yang mungkin akan berlangsung hingga setahun lebih hingga ilmu kedokteran menemukan vaksinnya, hal ini disampaikan oleh para peneliti dari Imperial College London dalam laporannya yang dimuat oleh Blomberg.

Mereka memperkirakan 81% orang di Britania Raya dan Amerika Serikat akan terinfeksi virus jika tidak ada langkah pencegahan yang diambil. Pencegahan yang lebih moderat, seperti hanya mengisolasi mereka yang rentan dan mereka yang pernah memiliki kontak dengan pasien, akan mampu mengurangi faktor risiko, tapi tidak cukup untuk mencegah jutaan kematian, kata laporan tersebut.

Terdengar mengerikan? Ya. Tapi kondisi itu hanya akan terjadi jika tidak ada tindakan pencegahan yang dilakukan. Semua negara mengerahkan sumber dayanya untuk mencegah penularan yang lebih luas dan dampak sosial ekonomi yang lebih parah. Syaratnya disipllin tinggi dan kerja sama total semua komponen negara di tengah pandemi.

“Dunia sedang menghadapi krisis kesehatan masyarakat paling serius dalam beberapa generasi,” kata Neil Ferguson, seorang epidemiologis di Imperial College London. Menurutnya, untuk mencegah sistem kesehatan dari kelebihan kapasitas ‘pembatasan jarak aman sosial dalam skala besar harus dilakukan selama beberapa bulan –hingga tersedianya vaksin.

Orang-orang di seluruh dunia tidak hanya diminta tetapi juga diperintah untuk tetap berada di rumah masing-masing untuk memperlambat penyebaran virus, namun untuk mendapatkan hasil yang efektif, cara ini akan tetap diberlakukan lebih lama dari yang dibayangkan kebanyakan orang.

Harga yang harus dibayar sebuah negara dari usaha untuk ‘merumahkan‘ sebagian besar penduduknya masih belum bisa diperkirakan, namun cukup besar untuk membuat beberapa negara enggan mempertimbangkan lockdown sebagai solusi. Penerapan physical distancing dalam jangka waktu pendek saja sudah mampu membuat sebagian besar dari populasi terdampak kesulitan ekonomi dan di saat yang sama kesenjangan yang ada antara kelompok kaya dan miskin di populasi tersebut semakin melebar.

Saling Lempar Bola PSBB

Pengetatan dan Pelonggaran Karantina Akan Terus Berulang Sampai Vaksin Ditemukan
Gubernur DIy, Sri Sultan HB X sampai hari ini masih enggan mengajukan usulan PSBB. Foto: Aji

Di Indonesia, beberapa pemimpin daerah yang sudah mendaftarkan wilayahnya untuk memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) tentu sudah memiliki perhitungannya sendiri. Apa dampak dari pemberlakukan PSBB bagi daerahnya, secara ekonomi dan sosial. Menteri Kesehatan pun juga punya pertimbangannya sendiri saat tidak mengabulkan permohonan pengajuan untuk memberlakukan PSBB di daerah tertentu. Ada jutaan orang yang hidupnya sedikit saja di atas garis kemiskinan dan kehilangan sumber pendapatannya yang sedikit itu pada saat ini.

Pemerintah sudah mengimbau masyarakat untuk menjaga jarak aman sosial, melarang segala bentuk kerumunan lebih dari 5 orang, kegiatan beribadah saja diminta untuk ditiadakan, bahkan mudik lebaran yang merupakan tradisi yang tidak kalah suci dari hari raya itu sendiri diminta untuk tidak dilakukan. Aturan bahkan turun mendetail hingga siapa yang boleh berboncengan sepeda motor dengan siapa. Pemerintah sangat serius dalam hal upayanya.

Langkah isolasi sebagai alat pencegahan pernah diterapkan utnuk melawan pandemi Flu Spanyol 1918 di Amerika Serikat. Negara bagian St. Louis menerapkan aturan ini di awal kemunculan wabah, penyebaran melambat dan mampu menekan jumlah korban. Philadelphia sebaliknya, menunggu berminggu-minggu untuk menerapkan kontrol yang lebih ketat, membayarnya dengan sistem kesehatan yang kelabakan dan tentu saja kematian yang lebih banyak.

Menimbang Kapasitas Rumah Sakit

Pengetatan dan Pelonggaran Karantina Akan Terus Berulang Sampai Vaksin Ditemukan
Foto: dokumen Tahija

Seratus tahun setelahnya, ekonomi dunia kemudian menjadi lebih terhubung, orang-orang bisa berpindah tempat dengan lebih cepat dan jauh daripada sebelumnya, barang dan jasa juga hadir hingga pelosok. Kesalingterhubungan itu membuat perhitungan di seputaran usaha mitigasi penyakit menjadi semakin rumit.

Peneliti Imperial College London yang juga menasehati WHO, mengatakan mungkin akan ada jeda untuk pelonggaran aturan seiring berjalannya waktu, namun dengan tetap mempertimbangkan kapasitas maksimum rumah sakit dalam menampung jumlah pasien; ketersediaan tenaga dan alat kesehatan.

Para peneliti memeriksa tingkat keefektifitasan dua strategi untuk menghambat pandemik. Pertama, mitigasi, yang bertujuan memperlambat penyebaran infeksi untuk meratakan puncak wabah. Strategi lain adalah penekanan, pendekatan agresif dan berkelanjutan yang dimaksudkan untuk membalik pertumbuhan epidemi, mirip dengan langkah yang diambil pemerintah China.

“Mitigasi tidak mungkin menjadi pilihan yang layak tanpa sistem kesehatan dengan kapasitas berlebih,” para peneliti menyimpulkan dalam laporan mereka. Jumlah infeksi yang terus meningkat bisa menumbangkan sistem kesehatan, sudah dibuktikan dengan banyaknya petugas medis yang meninggal akibat terpapar virus yang coba ditanganinya.

Langkah-langkah termasuk mengisolasi pasien, ditambah dengan karantina mandiri keluarga pasien di rumah dan pembatasan sosial yang diberlakukan lebih luas, bisa mencegah lebih dari seratus ribu kematian di Britania Raya selama dua tahun, menurut perhitungan para peneliti. Aturan-aturan pembatasan akan terus diterapkan berbulan-bulan selama wabah berlangsung, dan hanya dicabut ketika sistem kesehatan mampu menampung pasien lagi atau dalam kata lain, berada di bawah batas maksimal sistem pelayanan kesehatan.

“Akan sangat membutuhkan berbagai tingkatan pencegahan,” kata peneliti ICL dalam laporannya. “Aturan-aturan ini harus dipertahankan hingga vaksin dalam jumlah besar tersedia.”

Pakar-pakar dari WHO memperkirakan butuh waktu 12-18 bulan untuk dapat memproduksi vaksin dalam jumlah besar. Sejak Februari, beberapa negara mengatakan vaksin yang mereka kembangkan siap diujicobakan, namun sejauh ini belum ada yang cukup menjanjikan.

“Yang ditunjukkan dalam penelitian kami adalah bahkan penerapan social distancing dalam skala moderat mampu melandaikan kurva dan menurunkan puncak wabah pada satu waktu tertentu,” katanya.

“Kelemahannya adalah wabah berlangsung lebih lama dan periode pembatasan sosial yang dibutuhkan juga akan berlangsung lebih lama. Dalam dunia nyata, kita tidak mampu menerapkan penguncian total,” lanjut dia. “Masyarakat yang kita tinggali tidak tertutup. Bahkan jika satu negara memberlakukan penguncian total, masih ada pertanyaan apakah mereka mampu menahan virus datang kembali.”

Dan saat ini gelombang kedua serangan virus menjadi ketakutan besar di China. (Anasiyah Kiblatovski / YK-1)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *