Di Banyumas, masyarakat di lima kecamatan menolak pemakaman jenazah pasien COVID-19 di wilayahnya. Penolakan itu terjadi lantaran ketakutan masyarakat bahwa jenazah akan menyebarkan virus kepada mereka.
Akibatnya, Bupati Banyumas, Achmad Husein, harus turun tangan untuk memberikan pengertian kepada warganya. Dalam sebuah video yang beredar, Husein terlihat kesal dengan warga yang menolak pemakaman jenazah pasien COVID-19. Dia juga mencoba menjelaskan bahwa jenazah pasien COVID-19 tidak akanmenularkan virus.
Pakar Mikrobiologi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), mengatakan pemakaman jenazah pasien COVID-19 tidak akan berbahaya jika dilakukan sesuai protokol. Memang, virus akan bertahan di tubuh pasien yang telah meninggal beberapa saat, namun dia tidak akan bertahan lama dan akan rusak atau mati dengan sendirinya.
“Karena ketika si host atau inang sudah mati, maka tidak ada lagi metabolisme selular yang terjadi,” ujar Abdul Rahman Siregar ketika dihubungi, Sabtu (4/4). “Termasuk replikasi materi genetik yang selama ini dimanfaatkan oleh virus untuk menggandakan materi genetiknya sebelum virus tersebut merakit partikel-partikel virus yang baru,” lanjutnya.
Abdul Rahman mengatakan, belum diketahui pasti berapa lama virus SARS-CoV-2 yang berada di balik pandemi COVID-19 ini bisa bertahan di tubuh jenazah manusia. Tapi sebuah studi ada yang menyebutkan virus HIV dapat bertahan di jenazah manusia 6 hari setelah pasien meninggal dunia. Studi lain menemukan virus ebola dapat bertahan selama 7 hari di tubuh monyet yang telah mati.
Namun dengan dijalankannya prosesi pemakaman sesuai protokol yang ada, masyarakat tidak perlu khawatir jenazah pasien COVID-19 akan menyebarkan virus ke warga setempat.
“Karena jenazah akan dibungkus dengan kantong plastik sebelum dipakaikan kain kafan bagi yang muslim, sehingga virus tidak akan keluar atau release dan menginfeksi orang lain,” tegasnya.
Tidak Akan Mencemari Air Tanah
Ketakutan yang timbul di tengah masyarakat adalah tercemarnya air tanah oleh virus dari jenazah pasien COVID-19. Abdul Rahman lagi-lagi menegaskan, hal itu tidak akan terjadi. Selain karena virus akan segera rusak ketika inangnya sudah mati, proses pemakaman yang dilakukan sesuai protokol juga tidak memungkinkan untuk virus menyebar dan mencemari lingkungan sekitarnya.
Dia menjelaskan, sebelum dimakamkan jenazah akan dibekukan dulu di dalam mesin freezer. Sebelum dikafani, jenazah juga dibungkus rapat lebih dulu dengan kantung plastik, sehingga tidak memungkinkan virus untuk keluar dan mencemari air tanah.
Apalagi ketika dimakamkan jenazah tetap ditempatkan di dalam peti dan semprot dengan disinfektan untuk memastikan tidak ada partikel virus yang tersisa di permukaan peti.
“Dan plastik sendiri tidak mudah terurai, butuh waktu puluhan bahkan ratusan tahun sehingga tidak memungkinkan virus untuk keluar,” ujar Abdul Rahman.
Yang berbahaya justru ketika jenazah tidak segera dimakamkan, sebab petugas yang menangani berisiko lebih besar untuk tertular.
Tak Ada Bukti Jenazah Tularkan Penyakit
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebenarnya telah merilis pedoman pengurusan jenazah untuk pasien COVID-19 yang meninggal dunia. Di dalam pedoman itu, WHO juga menyebutkan belum ada bukti bahwa mayat manusia dapat menyebabkan risiko penyakit epidemi maupun pandemi.
Sebab, sebagian besar partikel virus tidak akan bertahan lama di tubuh manusia setelah kematian. Yang berisiko besar tertular berbagai penyakit justru mereka yang terus-menerus melakukan kontak dengan mayat. Hal ini biasanya terjadi pada kasus TB, virus yang ditularkan melalui darah seperti hepatitis B, C, serta HIV, juga infeksi saluran pencernaan.
Karena itu, orang-orang yang bertugas menangani jenazah, baik yang meninggal karena COVID-19 maupun penyakit lainnya harus menggunakan perlengkapan alat pelindung diri (APD) yang lengkap dan aman.
Kementerian Kesehatan juga telah mengeluarkan protokol pengurusan jenazah pasien COVID-19. Dalam protokol itu, proses pemakaman tidak boleh dilakukan oleh sembarang orang, ada petugas khusus yang ditunjuk oleh Kemenkes untuk melakukan prosesi pemakaman.
Selain perlakuan khusus yang diberikan kepada jenazah, petugas pemakaman juga harus menggunakan perlindungan ekstra supaya tidak terinfeksi virus dari jenazah. Petugas harus menggunakan APD lengkap meliputi pakaian pelindung khusus, sarung tangan, masker, serta pelindung wajah.
Petugas juga tidak diperbolehkan untuk makan, minum, merokok, bahkan menyentuh wajahnya saat berada di ruang penyimpanan jenazah, autopsi, dan area untuk melihat jenazah. Semua proses dilakukan secara profesional untuk mencegah hal-hal buruk terjadi.
“Jadi masyarakat tidak perlu khawatir lagi, karena protokol perawatan jenazah sudah sangat jelas dan aman,” ujar Abdul Rahman. (Widi Erha Pradana / YK-1)