Mengikuti Para Relawan Mencari Korban Susur Sungai Sempor hingga Dini Hari

Mengikuti Para Relawan Mencari Korban Susur Sungai Sempor hingga Dini Hari

Malam sudah semakin larut pada Jum’at (21/2). Di jembatan Pangukan, Jalan KRT Pringgodiningrat, Tridadi, Sleman, ratusan relawan dari berbagai organisasi dan masyarakat masih terus berusaha melakukan pencarian korban yang belum berhasil di temukan. Jembatan ini dengan lokasi kejadian di Sungai Sempor Turi Sleman berjarak kira-kira 8 kilometer. Wajah-wajah lelah dan tegang menyelimuti malam yang dingin itu. Gerimis masih turun, kadang bahkan berubah lagi menjadi hujan yang membuat proses pencarian semakin sulit.

“Masuk ndan! Di grojogan itu ada yang mencurigakan,” bunyi suara dari handy talky yang dipegang oleh salah seorang relawan.

Tak pelak suara itu membuat keadaan semakin tegang. Titik terang pencarian mulai terlihat.

“Grojogan sebelah mana? selatan atau utara?” jawab relawan yang memegang handy talky.

Semua panik mendengar informasi itu. Semua mata langsung terarah ke arus deras di bawah jembatan. Tapi ternyata jembatan yang dimaksud oleh pengirim pesan bukanlah jembatan Pangukan, melainkan jembatan Sungai Sempor di Jalan Magelang.

Padahal sejumlah relawan sudah mulai bersiap-siap untuk turun ke dalam derasnya arus sungai di bawah jembatan Pangukan. Sesuatu yang mencurigakan itu ternyata juga bukan korban siswa yang hanyut.

Suasana kembali seperti semula, hening mengamati arus sungai diselingi dengan orbolan-obrolan kecil antar relawan. Sesekali mereka memeriksa layar gawainya, melihat perkembangan informasi pencarian terbaru.

Pencarian masih dilakukan hingga Sabtu (22/2) dini hari meski hasilnya belum menggembirakan. Duka masih terus menggelayut di antara relawan dan juga beberapa kerabat siswa yang belum ditemukan yang ikut dalam pencarian.

Bahayanya Sungai yang Berhulu Merapi

Mengikuti Para Relawan Mencari Korban Susur Sungai Sempor hingga Dini Hari
Suasana di jembatan Pangukan, Tridadi, Sleman pada Sabtu (22/2) dini hari. Jembatan ini berjarak sekitar 8 kilometer dari kejadian terseretnya ratusan siswa SMP Negeri 1 Turi Sleman di Sungai Sempor. Foto : Widi Erha Pradana

Sore itu, Jumat (21/2), Jogja diguyut hujan deras. Awan hitam yang sejak siang sudah mulai menggumpal, menumpahkan segala isinya. Kilat dan petir menyambar-nyambar. Semesta berduka, atas tragedi yang baru saja menimpa siswa-siswi SMP Negeri 1 Turi.

Sejumlah siswa Pramuka SMPN 1 Turi hanyut terbawa arus Sungai Sempor ketika melaksanakan kegiatan susur sungai di Kali Sempor. Hingga tengah malam empat siswa yang hanyut belum berhasil ditemukan, sementara enam sudah ditemukan dalam keadaan meninggal dunia.

Sungai Sempor adalah salah satu sungai di Yogyakarta yang berhulu di Gunung Merapi. Salah seorang relawan SAR mengatakan sungai-sungai yang berhulu di Gunung Merapi, termasuk Sungai Sempor memiliki karakteristik yang sulit diprediksi.

Meski di bagian hilir cuaca cerah, bukan berarti sungai tersebut aman. Bisa saja banjir dengan arus yang kuat tiba-tiba datang, bukan saja membawa air, tetapi juga material vulkanik dari puncak Merapi.

“Kalau atas hujan, walaupun bawah cerah, kan tiba-tiba bisa banjir,” kata relawan tersebut.

Apalagi belakangan Merapi baru saja erupsi, sehingga banjir tak hanya membawa air, tapi juga berpotensi membawa material lain.

“Kalau hujannya di hilir malah ndak terlalu bahaya, soalnya tahu kondisinya kan. Kalau hujannya cuman di puncak, kan tahu-tahu banjir aja. Apalagi musim hujan begini, harusnya enggak boleh (kegiatan susur sungai),” lanjutnya.

Susur Sungai Bukan Kegiatan Sembarangan

Mengikuti Para Relawan Mencari Korban Susur Sungai Sempor hingga Dini Hari
Suasana di jembatan Pangukan, Tridadi, Sleman pada Sabtu (22/2) dini hari. Jembatan ini berjarak sekitar 8 kilometer dari kejadian terseretnya ratusan siswa SMP Negeri 1 Turi Sleman di Sungai Sempor. Foto : Widi Erha Pradana

Sama seperti di jembatan Pangukan, jembatan Sungai Sempor di Jalan Magelang juga ramai oleh orang-orang yang sedang memantau aliran sungai. Di sisi jembatan hampir dipenuhi orang-orang yang ingin membantu proses pencarian. Senter dan semua pandangan diarahkan ke aliran sungai, memantau apapun yang terbawa oleh aliran air.

Amir, salah seorang relawan yang ada di sana bercerita pengalamannya ketika mengikuti pelatihan susur sungai di bawah binaan BPBD. Menurutnya, susur sungai bukan sembarang kegiatan, susur sungai adalah olahraga ekstrem yang harus dipandu oleh profesional.

“Waktu saya ikut pelatihan dulu, kalau saya enggak pakai pelampung, enggak bakal boleh nyentuh air,” ujarnya.

Mengikuti Para Relawan Mencari Korban Susur Sungai Sempor hingga Dini Hari
Suasana di jembatan Pangukan, Tridadi, Sleman pada Sabtu (22/2) dini hari. Jembatan ini berjarak sekitar 8 kilometer dari kejadian terseretnya ratusan siswa SMP Negeri 1 Turi Sleman di Sungai Sempor. Foto : Widi Erha Pradana

Menurutnya, susur sungai sebenarnya juga tidak semestinya dilakukan oleh anak-anak SMP, terlebih tanpa pengawasan tenaga profesional. Sebab, di alam risiko apapun bisa saja terjadi.

Orang dewasa pun, ketika melakukan kegiatan susur sungai harus dengan peralatan yang safety, meski dia sudah ahli berenang.

“Paling enggak pakai pelampung, helm, sama sepatu khusus, yang tetap ringan walaupun di air,” lanjutnya.

Dia juga menyayangkan kegiatan susur sungai yang melibatkan begitu banyak anak namun tanpa ada pendampingan oleh tenaga profesional seperti BPBD. Dia juga meragukan panitia melakukan koordinasi dengan lembaga-lembaga terkait dalam melaksanakan kegiatan tersebut.

“Kalau BPBD atau SAR tahu, pasti enggak bakal diizinkan lah. Apalagi tahu cuaca sedang kayak gini kan,” tegasnya. (Widi Erha Pradana / YK-1)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *