Lika-liku Kuliah Online karena Corona: Pak Dosen, Jauhkan Kami dari Hipertensi!

Lika-liku Kuliah Online karena Corona: Pak Dosen, Jauhkan Kami dari Hipertensi !

“Tolong SE-nya (surat edaran) direvisi jadi tugas online, bukan kuliah online,” tulis seorang kawan yang masih berstatus sebagai mahasiswa di story WhatsApp.

Dia adalah Gallant Mumpuni, begitu dia minta namanya ditulis, supaya terlihat keren katanya. Gallant adalah salah seorang mahasiswi Universitas Sanata Dharma (USD) Yogyakarta. Dia mengeluhkan sistem kuliah daring yang justru menjadi ajang pemberian tugas dari dosen kepada mahasiswa.

“Yang kami harapkan kuliah online berupa pembelajaran secara visual video, tapi ternyata dicecar tugas yang enggak masuk akal antara tingkat kesulitan dan batas pengumpulan,” lanjutnya dalam unggahan itu.

Karena wabah corona, proses perkuliahan di sejumlah kampus di Yogyakarta harus dilakukan secara daring (online), termasuk kampus Gallant. Maksud perkuliahan daring untuk mengurangi risiko penularan virus karena pertemuan tatap muka.

Di story yang lain, Gallant mengunggah foto laptop dan dua buku tebal dengan keterangan foto, “Kuliah online = Banjir grup kelas baru = Banjir tugas.”

Saya menghubungi mahasiswa USD lainnya, Edwin Widianto. Jawaban dari Edwin tak jauh berbeda dengan Gallant. “Isinya cuma dikasih tugas,” jawab Edwin, Selasa (17/3) malam.

Sejauh ini, kata Edwin belum ada sistem perkuliahan menggunakan media video seperti teleconference. Memang sudah ada sistem daring milik kampus, namun website itu hanya digunakan sebagai media untuk mengunduh materi dan mengirim jawaban tugas.

“Jadi enggak ada video atau chat langsung ramai-ramai,” ujarnya.

Lika-liku Kuliah Online karena Corona: Pak Dosen, Jauhkan Kami dari Hipertensi !
Ilustrasi mahasiswi pusing karena tugas. Foto: Pixabay

Barangkali kampus lain ada yang persiapannya lebih baik. Saya menghubungi beberapa teman yang sekarang masih menjadi mahasiswa di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), tetangga USD. Sania Bilqisty Aulia Rahman, mahasiswi Fakultas Teknik UNY ternyata juga mengeluhkan hal yang sama.

“Tugas semua mas (tidak ada kuliah),” ujar Sania.

Senada dengan mahasiswa UNY lainnya, Airlangga Wibisono. Lagi-lagi dia mengatakan hal serupa, tak ada kuliah daring, yang ada adalah tugas daring.

“Tugas online. Enggak ada (kuliah online), murni kasih tugas, udah,” jawabnya singkat.

UNY sebenarnya juga sudah memiliki sistem digital untuk proses pembelajaran, namanya BeSmart. Beberapa dosen, seperti dosen yang mengajar Rani Timur, menggunakan media itu untuk melaksanakan kuliah daring.

“Itupun sekadar pemberian tugas dan kuis. Untuk diskusi mungkin nanti,” kata Rani di tengah menggarap tugas-tugasnya.

Wah, ini kondisi di Jogja, kota yang katanya kiblat pendidikan di negeri ini. Pertanyaan saya, bagaimana proses pembelajaran di daerah lain yang sistem pendidikannya belum semaju Jogja? Saya mencoba menghubungi seorang kawan, mahasiswa Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pekalongan, Khilan Adi. Lagi-lagi, yang saya terima adalah jawaban serupa.

“Katanya kuliah online, tapi jadi tugas online. Kebanyakan dosen seperti itu,” kata Khilan.

Lebih Menguras Energi tapi Kurang Efektif

Lika-liku Kuliah Online karena Corona: Pak Dosen, Jauhkan Kami dari Hipertensi !
Ilustrasi deadline tugas. Foto: Pixabay

Menjelang tengah malam, Gallant baru menjawab pertanyaan saya melalui pesan WhatsApp. Dia baru saja merampungkan setumpuk tugas dari dosen-dosennya.

“Kami mungkin tidak mati karena corona, tapi karena hipertensi,” kelakar Gallant diikuti tiga emoticon tertawa sampai nangis.

Menurutnya, tugas yang diberikan oleh dosen tidak masuk akal. Bukanya lebih ringan, kuliah daring justru jauh lebih menguras tenaga karena tugas-tugas yang, duh Gusti!

“Kami benar-benar kewalahan, imun malah bisa drop karena kurang tidur dan makan yang tidak teratur karena harus mengejar deadline tugas,” lanjutnya.

Selain itu, waktu kuliah daring yang terlampau fleksibel justru membuat Gallant dan teman-temannya nyaris tak punya waktu istirahat. Misalnya Selasa itu, mereka harus mengerjakan tugas hingga tengah malam, padahal esok paginya sudah ada jadwal kuliah pengganti.

Sania juga mengaku kewalahan dengan segudang tugas yang diberikan oleh dosennya. Kuliah daring, menurutnya justru lebih berat ketimbang kuliah konvensional seperti biasanya.

“Maksud sesungguhnya kuliah online itu seperti apa? Apakah disamakan dengan ajang pemberian tugas sebanyak-banyaknya?” kata Sania.

Dia juga bertanya-tanya, bukankah kuliah daring itu hakikatnya kuliah seperti biasa, namun dibantu dengan media digital agar tidak perlu tatap muka secara langsung. Selain menguras energi karena harus mengerjakan tugas yang seabrek, sistem pembelajaran seperti itu menurut Sania juga kurang efektif.

“Kuliah tatap muka saja beberapa mahasiswa banyak yang kurang paham, gimana dengan kuliah online yang hanya pemberian tugas?” keluhnya.

Hal sama dikatakan oleh Edwin, dengan sistem pembelajaran yang ada sekarang, dia jadi kehilangan momen percakapan dan saling tukar pikiran dengan dosen. Proses pembelajaran tak lagi berjalan dua arah, karena mahasiswa hanya diminta mengerjakan tugas sendiri-sendiri.

“Seperti saat membahas asal-usul kata ‘Fidelity’ dan ternyata tingkatnya lebih di atas dari ‘Loyalty’. Padahal dialog benar-benar menjadi kebutuhan wajib untuk jalannya kegiatan belajar mengajar,” kata dia.

Masalah Jaringan dan Kuota

Lika-liku Kuliah Online karena Corona: Pak Dosen, Jauhkan Kami dari Hipertensi !
Ilustrasi jaringan internet. Foto: Pixabay

Persoalan teknis seperti jaringan yang lemot dan kuota internet juga jadi masalah lain. Karena harus mengunggah tugas yang ukurannya lumayan besar, seperti video misalnya, mahasiswa jadi harus menggunakan lebih banyak kuota internet ketimbang biasanya. Masih mending kalau jaringannya lancar, kalau tidak, sudah tekor dibuat geregetan juga karena berkas tak kunjung terunggah.

“Contohnya malam ini, seharusnya malam ini teman saya mengirim video presentasi mereka, tapi Karena jaringan jelek jadi sampai sekarang belum dikirim. Padahal rencana mau ada diskusi,” kata Gallant.

Pembelajaran daring ini juga mengubah bentuk presentasi mahasiswa. Jika biasanya presentasi dilakukan di depan kelas, karena sistem kuliah daring, Gallant dan teman-temannya jadi diminta membuat video yang menunjukkan mereka sedang presentasi. Setelah jadi, baru video itu dikirimkan kepada mahasiswa lainnya sebagai bahan diskusi.

Di Pekalongan, persoalan jaringan menjadi masalah serius. Kata Khilan, jaringan yang lambat membuat proses kuliah online jadi semakin berat. Padahal proses kuliah daring di kampusnya hanya menggunakan aplikasi Google Classroom yang notabene tak perlu jaringan internet yang super cepat seperti ketika menggunakan jenis teleconference.

“Enggak pakai teleconference. Buat chat saja susah, apalagi video. Subsidi kuota penting memang, tapi kalau jaringannya bobrok ya sama aja,” kata dia.

Beberapa kali, sistem yang digunakan juga bermasalah, apalagi tak semua mahasiswa punya laptop. Khilan menceritakan kisah seorang temannya yang akan mengerjakan kuis di sistem daring. Namun baru saja membuka, waktunya ternyata sudah habis, semua jawaban mahasiswa juga salah. Apalagi banyak dosen dan mahasiswa yang tak paham cara menggunakan media digital untuk melakukan pembelajaran daring.

“Gaptek di segala lini, hehe,” lanjut Gallant.

Tapi persoalan utama yang dihadapi adalah masalah jaringan yang sama sekali tidak bersahabat. “Susah banget, kan tidak boleh keluar rumah kecuali penting, kan kuliah enggak penting,” kelakarnya diikuti tiga emoticon tertawa lebar.

Model Teleconference sampai Subsidi Kuota

Lika-liku Kuliah Online karena Corona: Pak Dosen, Jauhkan Kami dari Hipertensi!
Ilustrasi gemas internet lemot. Foto: Pixabay

Hampir semua mahasiswa yang saya hubungi mengatakan sistem kuliah daring yang mereka jalani sekarang ini sangat tidak afektif. Banyak hal yang perlu dievaluasi dan dijadikan pekerjaan rumah. Sania mengirimkan sebuah foto seorang dosen yang sedang menyampaikan materi kepada mahasiswanya melalui media teleconference.

“Minimal begini lah, dosen tetap jelasin macam di kelas gitu,” tulis Sania di keterangan foto yang dia kirim ke saya.

Hal senada dikatakan Gallant. Menurutnya, meski dilakukan secara daring, namun proses pembelajaran seharusnya tetap dilakukan sesuai jadwal kuliah seperti biasanya. Kalaupun harus diganti tugas, setidaknya bobot dan deadline-nya masih masuk akal.

“Ya kuliah sesuai jam kuliah, modelnya kayak video call aja,” harapnya.

Khilan, mewakili teman-temannya mengatakan minimal kuliah daring setidaknya menggunakan media teleconference sehingga tetap ada komunikasi dua arah. Meski tidak bisa seefektif ketika bertemu tatap muka langsung, namun setidaknya bisa lebih baik ketimbang mahasiswa hanya diberi tugas.

“Atau setidaknya dosen menjelaskan materi lewat video, biar agak paham,” ujarnya.

Selain itu, dia juga berharap adanya perbaikan infrastruktur seperti jaringan dan subsidi kuota internet. Kedua hal itu menurutnya adalah infrastruktur yang fundamental ketika akan melakukan kuliah daring.

“Memang masih banyak PR, tapi bukan berarti tidak mungkin. Ini momen buat kita sebenernya, dipaksa agar maju lebih cepat,” tegasnya. (Widi Erha Pradana / YK-1)

**Pandangan Jogja memberi fokus pada liputan inisiatif-inisiatif belajar dan bekerja secara online. Kami akan sangat senang mendapat informasi masalah dan juga solusi belajar dan bekerja online. Hubungi: pandanganjogja@gmail.com.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *