Keseharian Warga Jepang Setelah PM Abe Berlakukan Darurat Nasional

Keseharian Warga Jepang Setelah PM Abe Berlakukan Darurat Nasional

Anjuran untuk tinggal di rumah, bukan berarti untuk “diam” saja di rumah. Lebih tepatnya adalah kegiatan lebih baik dilakukan di dalam rumah. Mungkin agak “salah tangkap,” yang dihindari bukannya keluar rumah, akan tetapi “tingkat pertemuan dengan orang,” karena virus bisa menular dari pertemuan dengan orang lain. Bisa jadi orang yang tampaknya sehat dan suhunya normal dia sudah terkena virus, lalu ketemu dengan orang yang badannya lagi kurang sehat maka justru dia yang lebih dahulu jatuh sakit karena virus ini.

Berikut ini adalah cerita keseharian warga Jepang setelah Pemerintah Jepang dalam hal ini Perdana Menteri Shinzo Abe menerapkan darurat nasional untuk seluruh negeri sejak 17 April lalu.

Usaha Mencegah Penularan 1: Berjarak

Menjelang liburan panjang di Jepang yang disebut Golden Week, orang Jepang banyak yang sudah tahu bahwa ini bukan liburan lagi, tetapi tinggal di rumah. Berbagai usaha dilakukan mengisi kegiatan di rumah. Supaya tidak membuang biaya mahal, banyak orang pergi ke toko yang menjual aneka barang dengan harga murah yaitu “100” yen.

Toko ini juga sudah banyak dikenal oleh orang Indonesia yang pernah ke Jepang, bahkan di Jakarta pun sudah ada toko ini. Nama toko ini adalah Daisho. Saya menyebutnya “toko seratusan,” karena sebagian besar harganya 100 yen. Saya sebut sebagian besar barang, karena ada barang yang berharga, 200, 300, bahkan 500 yen. Oleh karena itu kalau mau beli betul-betul dilihat label harganya. Kalau harga di atas 100 yen, maka label harga tertempel di barangnya. Sebaliknya kalau label harga tidak ada berarti barang itu berharga 100 yen.

Sejauh tidak menimbulkan jarak dekat pertemuan dengan orang, maka memang beberapa orang tetap keluar rumah. Di Indonesia dikenal dengan istilah PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) tujuannya sama. Tingkat kerumunan bisa terjadi dalam antrean.

Akhir minggu banyak orang yang pergi ke Daisho untuk beli barang murah meriah untuk mengisi kegiatan liburan di rumah. Salah satu yang tidak bisa dihindari adalah terjadi antrean saat mau membayar. Untuk menghindari kedekatan jarak antar-orang, maka saat antre mau membayar posisi berdiri saat antre pun harus berjarak. Untuk memudahkan orang mengambil jarak dan supaya patuh antre berjarak, maka dibuat label di lantai posisi antrean.

Untuk jelasnya saya sertakan foto yang saya ambil di bawah ini.

Penanda antrian diterakan di lantai swalayan. Foto : Sapto Nugroho

Usaha Mencegah Penularan 2: Pelindung

Usaha untuk mencegah penularan adalah pelindung, oleh karena itu pemakaian masker sangat dianjurkan. Dalam tingkat pertemuan dengan orang yang cukup tinggi, maka masker saja dirasa tidak cukup. Untuk keamanan baik dari sisi orang yang mau membayar dan dari sisi kasir, maka dipasangkan “gorden pelindung plastik” di tempat pembayaran. Plastiknya cukup tebal, sehingga dirasa cukup bisa memblok virus, terbuat dari plastik sehingga masih bisa saling melihat dengan jelas.

Yang sangat sering ketemu dengan orang lain adalah pegawai kasirnya, maka untuk dia selain memakai masker dia juga memakai sarung tangan. Satu lagi yang dilakukan oleh kasir ini adalah menerima uang dan memberikan pengembalian tidak langsung dari tangan pembeli, tetapi meletakkan di baki, sehingga pembeli mengambil sendiri uang kembalian. (Dalam keadaan biasa, uang kembalian diberikan langsung ke tangan pembeli).

Pengurangan Frekuensi Belanja dan Pembatasan Jumlah Orang

Berbagai macam usaha dilakukan untuk mengurangi pertemuan dengan orang lain. Pergi belanja kebutuhan sehari-hari bukanlah hal yang dilarang, akan tetapi pergi tiap hari ke supermarket bukanlah hal yang baik untuk mengurangi tingkat pertemuan.

Kadang memang orang tidak sadar akan hal ini (maklum juga karena memang baru pertama kali mengalami situasi ini). Tetapi juga bisa dimengerti karena sudah hampir 2 bulan anak-anak libur sekolah, jadi pergi belanja di supermarket adalah hal yang menyenangkan. Kalau banyak orang belanja di supermarket, bukanlah suatu yang menyenangkan, dalam situasi ini justru mengkhawatirkan. Oleh karena itu saat ini sampai-sampai gubernur Tokyo menyampaikan anjuran bahwa belanja kebutuhan sehari-hari sebaiknya 3 hari sekali.

Tentu saja usaha pengambilan jarak dan pelindung di kasir hampir dilakukan di semua toko, termasuk di supermarket tempat belanja. Untuk toko-toko lain yang tidak seluas supermarket, usaha yang dilakukan adalah membatasi jumlah orang yang masuk ke toko. Pembatasan ini dilakukan dengan meminta pembeli tunggu di luar.

Menahan Diri dan Memahami

Mengantri di luar toko. Foto : Sapto Nugroho

Dalam situasi semacam ini memang diperlukan sikap untuk bisa “memahami,” dengan bisa memahami maka bisa menahan diri untuk tetap mematuhi anjuran yang ada. Kalau semua bisa bersikap seperti ini maka usaha bersama bisa semakin baik.

Tak bisa dipungkiri bahwa banyak orang berkurang penghasilannya, bahkan ada yang hilang. Oleh karena itu bantuan pemerintah diperlukan, di Jepang tiap individu diberi bantuan langsung tunai senilai Rp 14,5 juta.

Bisa terjadi bahwa bantuan untuk COVID-19 ini besar dan mungkin timbul anggapan kenapa semua untuk urusan COVID ini. Dalam tubuh pemerintahan juga banyak bagian, bisa terjadi sifat iri atau menghalangi “turunnya bantuan COVID ini”. Sekali lagi dibutuhkan sikap memahami dan tidak mementingkan bagian diri sendiri. Semoga bisa. (Koresponden Tokyo, Hb Sapto Nugroho / YK-1)

Catatan redaksi : bantuan langsung tunai Rp. 14,5 juta sebelumnya tertulis setiap bulan, yang benar adalah hanya sekali diberikan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *