Kenapa Prediksi Iklim dan Cuaca BMKG Kerap Meleset?

prediksi bmkg kerap meleset

Musim penghujan datang terlambat dua bulan lebih dari perkiraan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Di wilayah Yogyakarta, hingga awal Desember intensitas hujan masih tak menentu, antara mau dan enggan.

Awal Oktober lalu, Kepala Kelompok Data dan Informasi Stasiun Klimatologi BMKG Yogyakarta, Etik Setyaningrum mengatakan awal musim penghujan akan dimulai pada dasarian ketiga Oktober (10 hari terakhir Oktober), mundur 20 hari dari prediksi semula.

“Prakiraan kami awal musim hujan mundur 1-2 dasarian. Ini sudah dasarian 1 di Oktober belum juga hujan. Jadi perkiraan hujan pertama di akhir Oktober,” kata Etik awal Oktober lalu.

Namun prediksi tinggal prediksi. Baru di dasarian pertama Desember ini hujan mulai turun di wilayah Yogyakarta secara merata.

Tentu saja, hal tersebut sangat kontras dengan pengalaman prakiraan cuaca di negara maju yang cenderung sangat presisi. Jepang misalnya, perkiraan pukul sekian hujan, ketepatan datangnya hujan bisa sampai di angka menitnya. Ketepatan ini penting salah satunya bagi wisatawan untuk mempersiapkan payung atau merubah destinasi mempertimbangkan perkiraan cuaca.

Kendati demikian, ketika dikonfirmasi ulang Etik mengatakan tidak ada yang salah dengan prediksi BMKG soal musim penghujan di Yogyakarta.

Etik juga mengatakan bahwa sudah sejak beberapa bulan yang lalu BMKG sudah memprediksi jauh-jauh hari bahwa musim kemarau tahun ini akan lebih kuat ketimbang tahun 2018. Akibatnya, musim hujan tahun ini juga mengalami kemunduran dari kondisi normalnya.

Sulitnya Memprediksi Iklim dan Cuaca di Negara Tropis

memprediksi iklim
Ilustrasi lautan tropis. Foto : Pixabay

Etik menjelaskan ada beberapa faktor yang mempengaruhi cuaca atau iklim di Indonesia seperti suhu permukaan laut dan pergerakan angin monsoon asia yang banyak membawa uap air belum begitu kuat memasuki wilayah Indonesia. Suhu permukaan air laut di wilayah Indonesia bagian selatan juga lebih dingin dari kondisi normalnya, sehingga praktis potensi pertumbuhan awan hujan juga masih kecil.

“Iklim itu tak selamanya normal, ada kalanya musim tertentu mengalami anomali,” kata Etik.

BMKG menurut Etik sudah memantau faktor-faktor pengendali cuaca tersebut sejak Agustus lalu. Menurutnya, BMKG juga sudah memprediksi bahwa musim penghujan akan terlambat masuk ke wilayah Indonesia.

“Prediksi kita sudah sesuai, bukan meleset,” tegas menolak dikatakan prediksinya meleset.

Pakar Iklim Universitas Gadjah Mada (UGM), Emilya Nurjani mengatakan memprakirakan iklim dan cuaca di daerah tropis seperti Indonesia jauh lebih sulit jika dibandingkan dengan wiayah subtropis.

“Pertama faktor yang mempengaruhi lebih kompleks dan dinamika cepat,” ujar Emilya.

Turunnya hujan menurut Emilya dipengaruhi banyak faktor, yakni, skala mikro seperti elevasi, letak lintang, dan sebagainya. Ada juga skala meso seperti MJO, ENSO, dan secara regional atau musiman musim penghujan dipengaruhi oleh angin monsoon.

Tak hanya itu, untuk memprakirakan iklim atau musim di negara tropis dengan luasan seperti Indonesia, juga diperlukan pemahaman presisi akan gradasi pola hujan di setiap daerah. Di Indonesia ada tiga pola hujan utama, yaitu pola hujan monsoon, equatorial, serta pola hujan lokal. Semua faktor itu lalu digunakan untuk modeling prediksi sehingga didapatkan hasil seperti konferensi pers yang kerap dirilis BMK.

“Tetapi yang perlu diingat, prediksi awal musim bisa maju atau mundur. Dan jika maju mundurnya musim masih dalam rentang kesalahan yang dirujuk, masih diperbolehkan, dalam artian model tetap sahih,” kata Emilya.

Teknologi Canggih dan Pentingnya Peningkatan Sistem Modelling

teknologi-canggih-milik-bmkg
Perkiraan cuaca dan iklim BMKG bisa diakses melalui aplikasi telepon pintar. Foto : BMKG

Dalam membuat prakiraan iklim, BMKG Yogyakarta menggunakan metode statistik dengan memantau perkembangan dinamis seperti suhu muka laut, angin, elnino, lanina, dan sebagainya. Etik mengatakan, peralatan pemantau cuaca BMKG Yogyakarta juga sudah canggih.

BMKG Yogyakarta memliki radar cuaca yang menurutnya sangat akurat dalam mendeteksi terjadinya cuaca ekstrem seperti hujan lebat disertai petir dan angin kencang. Info peringatan dini cuaca ini akan selalu dikeluarkan BMKG bila dirasa hasil pengamatan radar cuaca akan muncul dalam beberapa jam mendatang. Sehingga untuk prediksi cuaca jangka pendek, Etik mengatakan BMKG juga bisa memprediksi dengan akurat.

“Contohnya seperti di atas pada tanggal 2 Desember 2019 BMKG Yogyakarta menyatakan ada peringatan dini cuaca ekstrim di beberapa tempat. Dan ternyata mendapat info di beberapa tempat di Prambanan ada info pohon yang tumbang dan atap rumah yang roboh akibat angin kencang. Sehingga alat BMKG seperti radar cuaca sangat akurat mendeteksi munculnya cuaca ekstrem,” kata Etik.

Emilya Nurjani mengatakan, teknologi pemantau iklim dan cuaca di Indonesia dan negara-negara maju lain seperti Jepang dan Amerika sebenarnya sama, yaitu Tropical Rainfall Measuring Mission (TRMM). Biasanya, prediksi awal musim hujan dilakukan sekitar 1 sampai 6 bulan sebelumnya.

Namun karena di wilayah tropis lebih banyak faktor yang mempengaruhi, meskipun dengan teknologi yang sama, yakni citra TRMM, hasilnya akan lebih akurat di daerah subtropis. Wilayah yang luas dan variasi yang sangat tinggi menjadi salah satu hambatan utama dalam memperkirakan cuaca maupun iklim di negara tropis.

“Selain itu teknologi atau modelling yang kita gunakan khusus di Indonesia memang belum sebaik Jepang atau Amerika. Tetapi untuk Asia, BMKG Indonesia hanya kalah dari Jepang,” ujar Emilya.

Agar prediksinya lebih akurat, Emilya mengatakan perlu adanya peningkatan sistem modelling yang paling tepat untuk diterapkan di setiap daerah. Namun hal itu bukan perkara gampang, mengingat luasnya wilayah Indonesia.

“Peran serta masyarakat untuk lebih care dengan cuaca dan iklim di wilayah masing-masing juga perlu dibangun,” kata dia.

Sevital Apa Ketepatan Prakiraan Cuaca?

prakiraan cuaca yang tepat
Pakar Iklim Universitas Gadjah Mada (UGM), Emilya Nurjani. Foto : Humas UGM

Hampir semua negara maju terutama yang mengalami empat musim sangat memperhatikan prediksi cuaca. Bencana-bencana akibat cuaca di negara-negara itu sering terjadi sehingga berpengaruh besar terhadap aktivitas penduduk maupun stabilitas negara. Misalnya siklon tropis yang terjadi di Jepang beberapa waktu silam.

“Jika prediksi meleset, masyarakat bisa mengklaim secara bersama atau personal semua kerugian yang ditimbulkan, baik itu ekonomi, jiwa, dan lain-lain,” ujar Emilya.

Berbeda dengan di Indonesia, karena hanya mengalami dua musim, kemarau dan penghujan, membuat ketergantungan masyarakat terhadap prediksi cuaca tidak terlalu tinggi, terlebih masyarakat umum. Namun sekarang beberapa perusahaan yang operasionalnya sangat dipengaruhi cuaca dan iklim sudah mulai membangun atau bekerja sama dengan BMKG maupun institusi pendidikan.

“Misal perusahaan rokok yang sangat tergantung dengan tembakau petani di musim kemarau,” ujar Emilya.

Dalam kehidupan sehari-hari, prakiraan cuaca juga sebenarnya sangat dibutuhkan dalam hampir semua sektor pekerjaan. Contohnya di industri penerbangan, pilot perlu data tingkat visibilitas, jenis awan, dan arah angin agar dia tahu jalur penerbangan yang aman. Di pelayaran, nakhoda juga butuh data kecepatan angin untuk menentukan kecepatan kapal dan arah pelayaran.

Bagi pengelolaan waduk, prakiraan iklim diperlukan untuk memprediksi kenaikan atau penurunan air waduk atau debit yang bisa dimanfaatkan untuk kepentingan pertanian atau pembangkit listrik. Perusahaan perumahan atau properti juga butuh prediksi cuaca untuk menentukan proses rencana pembangunan. Misalnya, butuh waktu berapa hari dan kapan harus memulai pembangunan, terutama untuk bangunan besar yang mencakup kepentingan umum seperti proyek tol, pelabuhan, atau perumahan.

“Dalam pertanian yang kita butuhkan adalah prediksi iklim terutama awal musim untuk penentuan pola tanam. Hal ini sangat penting bagi wilayah yang sistem pertaniannya tadah hujan, sawah tanpa irigasi. Jadi, ketepatan prediksi cuaca dan BMKG adalah salah satu kata kunci dari efisiensi dan peningkatan produktivitas nasional,” papar Emilya. (Widi Erha Pradana / YK-1)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *