Amnesty International cabang Jerman memberikan penghargaan hak asasi manusia pada “luventa 10,” kelompok penyelamat imigran di laut. Setiap dua tahun, Amnesty International memberikan hadiah bersama 10.000 Euro untuk individu dan organisasi yang membela hak asasi manusia. Saat ini, kesepuluh anggota kapal penyelamat Iuventa yang berasal dari Jerman, Inggris, Spanyol, dan Portugis tengah menghadapi tuntutan hukum di Italia.
Investigasi kriminal telah dilakukan terhadap sepuluh aktivis penyelamat laut dari Jerman, Inggris, Spanyol, dan Portugal. “Meskipun yang mereka lakukan hanyalah menyelamatkan manusia dari tenggelam di Laut Mediterania,” kata kata perwakilan Amnesty, menjelaskan alasan di balik pemiilihan tersebut.
Iuventa10 adalah contoh bagaimana para relawan yang membantu, “dikriminalisasi karena tidak meninggalkan orang yang melarikan diri dari negara asal mereka pada saat mereka membutuhkannya,” kata organisasi itu. Pengadilan Italia menuduh para aktivis itu membantu dan bersekongkol dengan imigrasi ilegal.
Menurut laporan UNHCR, satu dari setiap 18 orang meninggal atau hilang saat menyebrangi Luat Mediterania menuju Eropa dari Januari hingga Juli 2018. Jumlah itu meningkat jauh dari satu kematian dari setiap 42 imigran di periode yang sama di tahun sebelumnya.
Saat ini, para imigran dan pencari suaka menuju Eropa melalui laut Mediterania menghadapi bahaya yang lebih mematikan dari sebelum-sebelumnya. Dalam laporan tersebut, organisasi naungan PBB ini mengatakan bahwa seharusnya Eropa lebih memfokuskan diri pada keselamatan para imigran daripada mengkhawatirkan jumlahnya.
“Alasan kenapa perjalanan menjadi lebih mematikan adalah para penyeberang mengambil lebih banyak resiko, karena meningkatnya pengawasan dari penjaga pantai Libia,” kata Vincent Cochetel, petugas UNHCR kawasan Mediterania.
Membelakangi Para Pengungsi

Sebagai kawasan paling sejahtera di bumi, Eropa menjadi tujuan pada imigran dan pencari suaka. Italia adalah salah satu pelabuhan favorit. Selain karena jarak penyeberangan yang dekat dari Libia, jarak menuju negara-negara Eropa Barat dan Tengah juga dekat.
Sebuah laporan yang dikeluarkan oleh Amnesty International yang dirilis Juli 2017 menunjukkan kepada para pemimpin Eropa tentang angka kematian yang mengkhawatirkan dengan mengatakan benua itu ‘membelakangi para pengungsi dan migran.’
“Alih-alih bertindak untuk menyelamatkan jiwa dan menawarkan perlindungan, para menteri Eropa tanpa malu-malu memprioritaskan kesepakatan sembrono dengan Libya dalam upaya putus asa untuk mencegah para pengungsi dan migran mencapai Italia,” kata John Dalhuisen, Direktur Eropa Amnesty International dalam laporan itu.
“Negara-negara Eropa secara progresif memalingkan punggung mereka pada strategi pencarian dan penyelamatan yang dapat mengurangi angka kematian di laut dalam mendukung strategi yang telah membuat ribuan orang tenggelam dan membuat pria, wanita, dan anak-anak yang putus asa terperangkap di Libya, mendapat pelecehan yang mengerikan,” tambah Dalhuisen.
Sebuah kapal dagang berbendera Portugis “King Jacob” sering mendapati dirinya menjadi yang paling dekat dengan kapal imigran yang tenggelam dalam perjalanannya mengantar barang di Laut Mediterania. Oganisasi Maritim Internasional (IMO), memperkirakan bahwa, kapal dagang ini telah menolong lebih dari 40 ribu jiwa di Mediterania pada 2014 saja.
Dilemanya adalah, kapal dagang yang terlambat datang mengantar barang ke tujuan tidak mendapat kompensasi, perusahaan perkapalan merasa tanggung jawab itu terlalu berat buat mereka. Maka pemerintah setempat seharusnya bisa memberikan pengawasan penyelamatan yang lebih baik di wilayah lautan mereka. Selain itu, kapal dagang hanya memiliki persediaan makanan terbatas yang hanya untuk kru yang jumlahnya rata-rata 20-an orang saja, ditambah perlengkapan keselamatan yang tidak memadai jika harus mengangkut ratusan penumpang tambahan di tengah laut.
Merujuk pada perjanjian Hukum Laut PBB tahun 1982, kapal dagang diperbolehkan secara hukum untuk menyelamatkan siapapun yang membutuhkan di laut. Berhenti atau mengalihkan jalur perjalanan untuk menyelamatkan yang membutuhkan juga merupakan “tradisi moral” pelaut, kata IMO.
Dihalangi

Aktivis solidaritas untuk menyelamatkan jiwa-jiwa malang yang terpaksa keluar dari negeri mereka sendiri demi kehidupan yang lebih baik ini melandasi aksi kapal-kapal penyelamat milik para aktivis, seperti yang Iuventa lakukan. Menerima kedatangan ribuan imigran dan pencari suaka memang masalah bagi suatu negara, namun menyelamatkan jiwa-jiwa yang terombang –ambing di tengah laut adalah masalah lain.
Kapal-kapal penyelamat seringkali dicegah keberangkatannya di pelabuhan, dalam beberapa kasus bahkan disita. Intimidasinya berlanjut di tataran hukum, aktivis kru kapal juga ditahan. Saat ini, kesepuluh awak kapal kemanusiaan Iuventa masih akan menghadapi proses hukum di Italia.
Database yang dikumpulkan oleh OpenDemocracy mengungkapkan bahwa 250 orang di seluruh Eropa telah ditangkap atau dikriminalisasi karena menyediakan makanan, tempat tinggal, transportasi, dan bantuan hukum bagi para migran selama 5 tahun terakhir. Dengan lebih dari 100 persidangan, jumlah kasus ini meningkat secara dramatis pada 2018 – dua kali lipat pada 2017.
Seperti yang dilaporkan Amnesty International, Iuventa menyisir Laut Mediterania dari Juli 2016 hingga Agustus 2017, menyelamatkan lebih dari 14.000 orang imigran yang tengah menyeberangi Luat Mediterania dari tenggelam. Kapal penyelamat Iuventa dioperasikan oleh organisasi penyelamat Jerman Jugend Rettet (Penyelamatan Kaum Muda). Penghargan akan diselenggarakan di Berlin pada 22 April mendatang. (Anasiyah Kiblatovski / YK-1)