Dampak dari virus corona wuhan atau 2019-nCov (49 korban meninggal) belum separah wabah SARS-Cov pada 2003 (seribuan lebih meninggal). Namun, virus corona telah menjadi ancaman utama manusia dalam beberapa dekade terakhir karena sifat virus tersebut yang mudah bermutasi.
“Virus corona sifatnya mudah sekali berubah secara gen yang disebut sebagai mutasi. Orang tidak bisa menebak mutasinya mau kemana. Itu sifat alami virus corona yang terus menjadi ancaman saat ini,” kata Guru Besar Mirkobiologi Fakultas Kedokteran Hewan UGM, Widya Asmara saat dihubungi melalui telefon, Sabtu (25/1).
Widya menjelaskan virus corona terus bermutasi dan menyebabkan infeksi akut pada saluran pernapasan bagian atas maupun bawah pada manusia dengan tingkat kematian yang berbeda-beda.
Mutasi corona diidentifikasi pada hewan perantara yang berbeda-beda, Severe Acute Respiratory Syndrome-related Coronavirus (SARS-CoV) sangat mematikan dan musang dituding sebagai perantaranya. Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus (MERS-CoV) muncul di Arab Saudi pada tahun 2012 dengan unta sebagai perantara. Dan yang terakhir adalah virus corona yang diidentifikasi Organisasi Kesehatan Dunia dengan nama novel Coronavirus (2019-nCoV) di Wuhan sampai saat ini masih diteliti apakah dari kelelawar atau ular sehingga bisa menginfeksi manusia.
“Dan sebenarnya sulit untuk memastikan darimana dan kenapa tiba-tiba menginfeksi orang. Mers-Cov apakah dari unta ? belum jelas juga. Yang jelas saat manusia dekat unta kok lalu kena gejala Mers-Cov. Darimana asalnya semua virus corona itu masih belum pernah tuntas. Yang jelas secara genetik memang mudah sekali bermutasi,” papar Widya, dosen bergelar profesor tersebut.
Resiko Pasar Basah dengan Hewan Hidup

Dalam sepekan terakhir, laporan media di seluruh dunia memberi perhatian lebih pada sekitar 50 hewan liar, termasuk trenggiling yang terancam punah, dijual di pasar di Wuhan sebelum ditutup pada akhir tahun lalu. Foto-foto yang diambil sebelum penutupan menunjukkan ular, landak, dan rubah dijejalkan ke dalam kandang.
Media Inggris The Guardian menulis pengakuan adik dari penjual yang terinfeksi virus itu yang mengatakan kepada China Business Journal, sebuah koran milik pemerintah, bahwa ular, bebek liar, dan kelinci liar adalah hal biasa di pasar.
“Mencampur semua spesies bersama-sama di area yang sangat kecil, dengan sekresi dan urin tercampur menjadi satu, (itulah masalahya)” kata Christian Walzer, direktur eksekutif berbasis di New York Wildlife Conservation Society, kepada Reuters seperti dimuat the guardian.
Pada dasarnya Walzer mengatakan bahwa lingkungan pasar daging dengan satwa hidup di Wuhan telah menciptakan sistem yang sempurna untuk menyebarkan virus. Namun apakah di sana tempat munculnya mutasi virus corona yang baru, Walzer mengatakan, “anda tidak bisa mengetahuinya dengan baik kalau anda tidak mencobanya (menciptakan situasi lingkungan yang sama dengan pasar Wuhan).”
Mengonfirmasi hal tersebut kepada Prof. Widya Asmara, dia mengatakan bahwa pasar daging dengan hewan yang masih hidup memang membuat resiko penyebaran aneka ragam virus jadi makin tinggi. Baik virus hewan yang menular ke hewan lain ataupun virus hewan yang kemudian menulari manusia. Namun memang tidak otomatis bahwa mutasi corona terjadi di pasar Wuhan tersebut.
“Apakah mutasi terjadi di pasar itu ya tidak tahu. Hanya saja, kalau satwa liar kumpul kan kemungkinan besar memiliki virus yang belum dikenali. Sehingga memang pasar Wuhan itu jadi semacam tempat berkumpulnya berbagai agen penyakit dari seluruh dunia yang diidap oleh hewan-hewan itu,” kata Widya.
Menurut Widya tidak akan mudah untuk mencari asal-usul 2019-nCov, namun bukan berarti pencarian vaksin akan terhambat. Sebab, untuk mencari vaksin tidak memerlukan silsilah virus. Peneliti hanya perlu segera memecahkan kode dan anti kode genetika 2019-nCOv untuk membuat vaksin penyembuh.
“Yang jelas ke depan, perdagangan satwa liar harus diatur, pasar basah diatur, sehingga resiko munculnya new emerging disease lain bisa ditekan,” jelas Widya. (ESP / YK-1)