Bahkan Jepang pun Kesulitan Mengatur Warganya untuk Kurangi Bepergian

Bahkan Jepang pun Kesulitan Mengatur Warganya untuk Kurangi Bepergian

Dengan konsultasi pihak ahli atau ilmuwan, pemerintah Jepang meminta warganya untuk tinggal di rumah sejak tanggal 7 April untuk 7 provinsi. Namun, sejak 17 April keputusan pemerintah Jepang berubah menjadi darurat seluruh negeri. Berikut ini dinamika situasi di Jepang sejak 7 April hingga saat ini, yang sebenarnya situasinya mirip-mirip dengan Indonesia. Selamat membaca semoga makin menguatkan solidaritas kita semua untuk melawan COVID-19.

Masih Belum Banyak Berkurang

Kebetulan saya “terpaksa” pergi ke daerah pusat kota di Tokyo tanggal 9 April, dua hari setelah diumumkan situasi darurat. Lain dengan sebelumnya, saya pergi naik kereta ke arah pusat Tokyo dengan rasa “khawatir”, tentu saja menggunakan masker. Meski sudah dinyatakan darurat dan diminta untuk tetap dirumah, tetapi jumlah orang yang keluar rumah dan bepergian “tidak banyak berkurang”. Saya sengaja minta pertemuan atau rapat diadakan jam 11 siang, dengan harapan menghindari saat kereta penuh. Sangat kaget juga saat naik kereta, karena masih banyak orang naik kereta meski sudah jam 9 pagi lebih.

Dianjurkan untuk jaga jarak 2 meter, akan tetapi di dalam kereta yang saya alami, tidaklah mungkin berjarak 2 meter, bahkan berjarak 1 meter pun susah. Coba lihat foto yang saya ambil di dalam kereta Yamanote Line di bawah ini. Memang jumlah orang dan kepadatan orang berkurang, tetapi tetap saja masih banyak orang. Dalam perjalanan saya pun melihat ada beberapa orang yang tidak pakai masker. Jadi baru bisa dikatakan pengurangan jumlah orang untuk tidak pergi tidak bisa sampai 80 persen, akibatnya nanti penghentian masa darurat bisa diperpanjang.

Situasi Awal Masa Berlakunya Kondisi Darurat

Persimpangan jalan yang terkenal di Shibuya masih tampak ramai. Foto : Sapto Nugroho

Beberapa stasiun TV sempat menanyakan kepada beberapa orang yang tetap pergi bekerja. Beberapa orang memang bekerja sebagai buruh harian, jadi kalau libur maka tidak ada biaya untuk hidup. Ada juga yang tidak bisa bekerja dari rumah, karena semua bahan kerja di kantor dan harus bertemu dengan pelanggan. Ada juga pegawai kontrakan, sehingga harus bekerja supaya dapat penghasilan untuk hidup. Banyak orang yang penghidupannya dari buka restoran atau jual makanan pun tetap harus bekerja, karena memang dari situ dia hidup. Mereka semua masih harus bekerja atau pergi dari rumah dan naik kereta karena memang “bantuan dari pemerintah belum jelas”.

Di tahap awal pemerintah mau memberikan bantuan sebesar 300.000 yen untuk setiap rumah tangga. Tetapi bantuan ini pun dibatasi untuk beberapa keluarga dengan penghasilan tertentu. Rupanya banyak orang tidak merasa bantuan itu betul-betul berguna untuk mendukung hidupnya meski tetap tinggal di rumah, karena itu banyak orang tetap pergi dan bekerja.

Di saat awal, hanya 7 provinsi yang dinyatakan situasi darurat. Hal yang tidak diduga adalah banyak pergerakan orang ( naik mobil ) ke arah provinsi yang tidak darurat. Contohnya orang pergi dari Tokyo ke Provinsi Ibaraki, atau orang dari Osaka pergi ke Kyoto dan Nagoya. Kenyataan pergerakan ini justru menambah kekhawatiran penyebaran. Rupanya anjuran untuk tetap tinggal dirumah masih belum banyak “dilalukan” oleh banyak warga, tambah lagi situasi darurat yang cuma diberlakukan di 7 provinsi justru memicu pergerakan orang.

Perkembangan di Situasi Darurat

Situasi darurat yang diberlakukan rupanya kurang mencapai tujuan yang diharapkan. Semula diharapkan bisa mengurangi “tingkat pertemuan dengan orang lain” sebanyak 80 persen, tetapi masih sangat susah dilakukan. Jumlah yang terkena virus pun belum menurun dengan signifikan. Menurut data yang tertulis di website NHK, tertanggal 19 April 2020, jumlah penambahan orang baru yang terkena virus adalah 719 orang pada tanggal 11 April. Setelah seminggu situasi darurat, jumlah orang baru yang terkena sedikit menurun yaitu 584 orang (tanggal 18 April 2020). Ini adalah data untuk seluruh Jepang. Keadaan berbeda untuk tiap daerah.

Tokyo, sejak diberlakukan situasi darurat belum mengalami penurunan, justru masih naik terus ( mungkin karena banyak masih bekerja seperti biasa dan banyak warung masih buka seperti yang saya ceritakan tadi). Pada tanggal 9 April, jumlah penambahan orang kena virus di Tokyo sebanyak 178 orang, data terakhir tanggal 18 April adalah 181 orang. Jelas di Tokyo masih belum ada penurunan, bahkan tanggal 17 April mencapai 201 orang.

Situasi yang belum menurun di Tokyo, membuat gubernur Tokyo, Koike, meminta restoran atau warung Jepang “isakaya” (warung khas Jepang), untuk menutup jam 8 malam dan jam 7 malam sudah berhenti menjual minuman. Hal ini dilakukan karenaorang kena virus banyak terjangkit saat makan di warung-warung pada malam hari. Memang posisi saat makan tidak bisa pakai masker, dan posisi antar tempat duduk juga sangat berdekatan.

Seluruh Jepang Darurat

PM Abe saat mengumumkan situasi darurat untuk seluruh jepang dan rencana pemberian bantuan untuk setiap warganya. Foto : Sapto Nugroho

Pemerintah pun melihat bahwa keadaan darurat yang diberlakukan untuk beberapa daerah yang paling banyak terkena virus belum menunjukkan hasil yang nyata. Ditambah lagi sebentar lagi bulan Mei. Bagi seluruh rakyat Jepang awal Mei adalah saat liburan berturut-turut. Tercatat tahun ini ada tanggal merah sejak tanggal 2 sampai 6 Mei, kalau ditambah cuti maka banyak orang bisa liburan 10 hari berturut-turut. Oleh karena itu orang jepang menyebut awal Mei sebagai “Golden Week”. Hari libur panjang yang menyenangkan.

Tentu saja saat Golden Week ini banyak pergerakan orang. Dalam situasi normal, saat Golden Week banyak pergerakan orang Jepang ke luar negeri dan dalam negri. Tahun ini dipastikan yang ke luar negeri tidak ada, maka sangat “dikawatirkan” tingkat pergerakan antar daerah di Jepang sangat tinggi. Untuk mengurangi penyebaran virus sangatlah tidak mungkin.

Akhirnya, PM Jepang, Shintaro Abe, mengumumkan bahwa sejak Jum’at 17 April 2020, diberlakukan situasi darurat untuk seluruh negeri Jepang. Dengan diberlakukannya situasi darurat seluruh negeri ini maka perjalanan antar daerah “diminta” untuk tidak dilakukan, terutama saat liburan nanti masyarakat tetap di rumah dan mengurangi pertemuan dengan banyak orang.

Dalam keterangan persnya, PM Abe menerangkan bahwa sistem transportasi antar daerah (shinkansen), tetap berjalan karena merupakan infrastruktur utama untuk mendukung jalannya perekonomian Jepang. Akan tetapi diusahakan tidak terjadi kepadatan dalam gerbong kereta.

Situasi ini mungkin mirip dengan di Indonesia yaitu saat arus mudik Lebaran, jadi imbauan untuk tidak mudik atau mengurangi arus orang antar daerah sangatlah benar, kalau memang tidak terpaksa memang sebaiknya tetap di rumah sampai situasinya sudah aman.

Bantuan Rp 14,5 Juta untuk Setiap Orang, Termasuk Warga Asing

Restoran menerapkan duduk berjauhan. Foto : Sapto Nugroho

Untuk meyakinkan dan membuat semua warga Jepang merasa aman tetap tinggal di rumah, pemerintah mengambil keputusan baru yaitu memberikan bantuan sebesar 100 ribu yen atau sekitar Rp 14,5 juta untuk tiap orang. Jadi kalau satu keluarga bapak dan ibu serta 2 anak, maka akan mendapatkan bantuan sebesar 400 ribu yen (Rp 60-an juta). Dan bantuan ini tidak ada syarat jumlah penghasilan yang diterima, artinya semua bisa menerima jumlah yang sama. Sistem ini dirasa lebih terasa bagus semua orang dibandingkan dengan wacana sebelumnya sebesar 300.000 yen per keluarga dan ada syaratnya. Keluarga dengan 2 orang maka mendapat 200.000 yen, kalau punya bukti penghasilannya turun akibat wabah corona bisa mengajukan menjadi 300.000 yen.

Bagi warga biasa tanpa pengecualian mendapat 100.000 yen sangat berarti. PM Abe pun menerangkan sistem pembagiannya bukan dengan cara mengambil karena akan menimbulkan kerumunan atau pergerakan orang. Telah direncanakan pemerintah daerah setempat akan mengirimkan blanko ke semua warga, dan warga akan menuliskan data kependudukan dan nomor rekening. Diperkirakan akhir bulan Mei 2020 bantuan ini akan diterima. PM Abe pun ingin secepatnya bantuan ini diterima oleh masyarakat, tetapi karena harus melalui beberpa proses jadi baru bisa diterima sekitar tengah dan akhir Mei, ia pun minta warga mengerti akan situasi ini.

Bantuan ini berlaku untuk semua orang yang tinggal di jepang, termasuk warga negara asing yang tinggal di Jepang. Orang asing yang tinggal di Jepang, semua punya kartu penduduk jepang, dengan data kartu penduduk ini maka sudah merupakan syarat cukup untuk menerima bantuan ini.

Lorong jalan penghubung antar kereta Keio dan JR ini biasanya penuh, memang sekarang tampak lenggang. Foto : Sapto Nugroho

Demikian situasi terkahir di Tokyo dan Jepang saat ini, semoga usaha pemerintah semua didukung oleh warga. Pemerintah juga tidak lupa sangat berterimakasih kepada tim medis (dokter dan perawat serta semua pegawai rumah sakit, juga perkantoran pusat kesehatan). Sebagai simbol dukungan dan rasa terimakasih ini setiap malam hingga jam 23 malam, dinyalakan lampu sorot ungu (light up) di kantor gubernuran Tokyo, Tokyo Tower, dan menara tinggi yang baru, yaitu Sky Tree. Memang banyak cara untuk membantu dan apresiasi kepada mereka yang terlibat langsung dalam usaha melawan COVID-19 ini.

Saya yakin rakyat dan pemerintah Indonesia juga melakukan bersama-sama dengan baik, di saat-saat ini kegiatan bergerombol sebaiknya memang tidak dilakukan, apalagi bergerombol untuk demo dan protes sangatlah tidak tepat. Kalau tidak puas sebaiknya dilakukan dengan komunikasi dengan baik. Semua orang dan semua pihak ingin menjadikan negara ini semakin baik.

Demikian cerita kali ini, semoga kita tetap semangat dan menjadi sadar kembalibahwa semua negara mengalami hal yang sama, kita tidak sendirian. Masing-masing tempat berjuang dengan caranya sendiri. (Koresponden Jepang, Sapto Nugroho / YK-1)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *