Akhir Pekan Bersama Penipu, Santet, dan Naga di Sendang Pengasih

Akhir Pekan Bersama Penipu, Santet, dan Naga di Sendang Pengasih

Seorang pengunjung sudah duduk di selatan sendang, saat saya untuk pertama kalinya berkunjung ke Sendang Pengasih. Belum apa-apa ia langsung merenggut kesadaran saya ke dunia yang sama sekali tak ingin saya ketahui.

“Saya kena santet, mas.”

Ampun, cerita apalagi ini. Jenggot saya rasanya ada yang rontok.

Ia bernama Herlambang, 50 tahun, berasal dari pusat kota Yogya. Belum usai kecamuk di pikiran, berusaha mencari ujung pangkal, membenarkan posisi duduk dan kesadaran, Herlambang sudah melanjutkan ceritanya, bahwa santet yang dikirim ke tubuhnya adalah santet yang jahat.

“Membuat tangan saya mati rasa, tulangnya luruh, lemes, nggak bisa buat apa-apa. Digerakkan saja blas nggak bisa. Kalau dibiarkan bisa bikin seluruh tubuh saya mati.”

Saya hendak menyela dengan pertanyaan rasional, adakah ia telah memeriksakannya ke dokter, tapi saya tak menemukan jalan masuk. Syukurlah ia melanjutkan, “Alhamdulillah, sekarang saya sudah bebas, terbebas, bersih dari santet itu mas.”

Baiklah. Apa gunanya diagnosa medis kalau pada akhirnya si pasien sudah sembuh. Ilmu pengetahuan, menguap bersama kegembiraan saya mendengar kisah kesembuhan. Yang membuat saya kagum, Herlambang terkena santet 10 tahun lalu, dan sejak itu ia terus rutin kungkum (berendam) di Sendang Pengasih. Herlambang telah mengerjakan apa yang terus ditekankan oleh dokter pada setiap pasien: periksa tidak hanya saat sakit, kungkum tidak hanya ketika kena santet.

“Saya percaya kungkum di sini memberi banyak kebaikan, mas.”

Asal Muasal

Akhir Pekan Bersama Penipu, Santet, dan Naga di Sendang Pengasih
Foto oleh : Max Maul

Nama sebuah perdesaan di Yogya dan rasanya juga terjadi di daerah lain di Indonesia biasanya lahir karena relasinya dengan keadaan alam sekitar. Desa Tamantirto, taman ya taman sedangkan tirto adalah kata Jawa untuk menyebut air.

Jadi, memang, desa yang membutuhkan waktu tempuh 15 menit dari pusat kota Yogyakarta ini menyimpan beragam cerita dunia air. Sendang Pengasih, salah satu sendang yang popular di Tamantirto. Dan cerita musti diungkap untuk mengambil ibroh (pelajaran) di balik popularitasnya.

Menyusuri Jogja ditabrak hembusan angin dari barat, saya sampai di Sendang Pengasih pada akhir pekan lalu. Desir dahan pohon soka menyapa dengan lembut, sesekali daunnya jatuh berguguran. Seekor ayam jago bergerak ke sana kemari mencari remahan makanan dengan lincah. Sebuah senja yang istimewa di sebuah tempat tak biasa di Dusun Tirtonirmolo, Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Saya memasuki gerbang bambu yang dihias daun dan rimbunnya pepohonan yang dihias kain hitam putih di batang utamanya.

Seusai mendengar cerita Herlambang, sosok ramah bernama Yudarayanto, 49 tahun, mendekati saya. Pria itu ternyata kuncen (penjaga) dan pengelola sendang. Darinya, saya mendengar banyak cerita.

Menurut Yudarayanto, penamaan Sendang Pengasih atau juga biasa disebut sebagai Sendang Kasihan terkait dengan kisah Sunan Kalijaga yang bertemu dengan wanita bernama Mbok Rondo Kasihan yang sedang kesusahan air. Dan serupa kisah Siti Hajar, ibunda Ismail – nabi yang lehernya jadi pengingat manusia akan pentingnya berkorban – Mbok Rondo Kasihan ke sana kemari tak mencari tapi tak bisa menemukan air.

Sunan Kalijaga yang sedang melintas melihat penderitaan Mbok Rondo Kasihan. Dengan keberserahan paripurna pada Yang Maha Kuasa, Sunan Kalijaga spontan menancapkan tongkatnya ke tanah sembari khusuk merapal doa. Seketika, tempat tersebut muncul sumber air melimpah, yang kini menjadi Sendang Pengasih.

“Tapi ada versi cerita lain, yaitu putri raja Mataram bernama Putri Pembayun pernah berendam di sendang lalu berubah menjadi cantik luar biasa bak bidadari,” lanjutnya.

Kisah Pembayun adalah salah satu kisah besar yang mengiringi kisah berdirinya Mataram Islam atau Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Ia adalah putri dari Panembahan Senopati, pendiri Mataram Islam yang digunakan sebagai muslihat untuk menaklukkan Ki Ageng Mangir, musuh besar Senopati yang gagal ditaklukkan dengan perang.

Sebuah kisah sedih, gegara kecantikan Pembayun, kepala Ki Ageng Mangir pecah dihantamkan ke lantai oleh mertuanya, Panembahan Senopati, saat Mangir melakukan sembah sungkem menghaturkan darma baktinya.

Cinta dan politik memang tak pernah akur. Tapi kecantikan Pembayun yang diambil dari Sendang Pengasih untuk muslihat yang memecahkan batok kepala yang baru penuh-penuhnya oleh cinta benar-benar bukan kisah yang penuh asih. Itu, jahat sekali.

Taktik Penipu

Akhir Pekan Bersama Penipu, Santet, dan Naga di Sendang Pengasih
Foto oleh: Max Maul

Yudi, panggilan sehari-hari Yudarayanto, menyerahkan sepenuhnya makna Sendang Pengasih untuk masing-masing pengunjung. Banyak dari pengunjung memang mengaitkan sendang ini dengan peristiwa-peristiwa tak nalar. Tapi baginya, yang namanya sumber mata air pastilah penting bagi hidup manusia. Dan karenanya, berdoa di sendang, tentu saja berdoa pada Allah pemilik segala keajaiban, adalah hal yang wajar.

Namun, Yudi mengingatkan, sendang dan tempat-tempat wingit lainnya, tak hanya berisi kisah kesembuhan dan keajaiban, melainkan juga kisah para pencoleng dan penipu penuh muslihat.

Beberapa tahun lalu, pernah Yudi mendapati seorang pengunjung berperilaku aneh. Orang tersebut mondar mandir di samping Sendang Pengasih saat tengah hari bolong. Melihat gelagat aneh tentu membuat Yudi penasaran.

“Saat itu saya cuma ngeliatin dari rumah,” ucapnya sambil menunjuk bangunan lawas di sebelah barat sendang.

Tak lama, orang tersebut meninggalkan sendang. Rasa penasaran membuat Yudi tergerak berkeliling. Ia kemudian menemukan tanah bekas galian yang berada di bawah pohon Gayam, ternyata tiga buah batu cupung yang identik dengan jimat. Malamnya, orang yang sama datang bersama tamunya. Setelah melakukan ritual, berdua dengan sangat hati-hati mereka mencari, dalam gelap malam, munculnya sebuah jimat batu cupung dari dalam tanah.

“Ya jelas dapat batu cupung, wong udah ditaruh sebelumnya,” kata Yudi terkekeh, sambil kembali menyulut kretek.

“Sialan,” pikir saya sambil menahan tawa keras. Hahaha.

Naga Pak Lurah

Akhir Pekan Bersama Penipu, Santet, dan Naga di Sendang Pengasih
Pintu masuk area sendang. Foto : Max Maul

Tentang makhluk-makhluk dari dimensi lain yang berada di Sendang Pengasih, Yudi, anak ragil yang diserahi mandat sebagai kuncen sendang oleh ayahnya puluhan tahun lalu ini, mengaku belum pernah melihatnya secara langsung.

Ia justru mendapat banyak cerita tentang itu dari para pengunjung. Salah satu kisah melibatkan calon lurah dan seekor ular naga.

Beberapa tahun lalu, pukul 3 dini hari Yudi belum begitu lelap. Dalam kantuk sepertiga dini hari itu, ia mendengar suara orang jatuh, gedubrak, keras. Rupanya seorang dukuh bernama Nasir, berasal dari kecamatan Godean kabupaten Sleman yang berendam di sendang, mengalami kecelakaan.

Saat itu, Nasir melakukan kungkum bermaksud untuk mempermudah jalannya menuju kursi kepada desa. Dalam dinginnya angin malam, Yudi berlari berusaha menolong Nasir secepat kilat.

“Saat itu badan Pak Nasir kaku dan dingin semua, mas.”

Beruntung kala itu ada tukang pijat yang sedang menginap di Sendang Pengasih. Sehingga, kaki Nasir yang terkilir bisa mendapatkan pertolongan segera.

Siangnya, Pak Nasir kembali ke Sendang, menceritakan pengalaman mistisnya kepada Yudi. Nasir berkata, saat berendam ia diikuti oleh sosok ular yang kemudian berubah menjadi naga dan melilitnya. Nasir berusaha mengelak dan tergopoh-gopoh ke atas sendang. Naas, dia terpeleset dan tubuhnya menghantam bibir sendang.

Seusai saya dari sendang, saya menghubungi kenalan kakaknya yang bisa melihat hal-hal tak kasat mata. Tanpa saya bercerita tentang naga calon lurah Nasir, kakak teman saya itu berkata, memang ada naga yang berdiam di Sendang Pengasih.

“Tapi dia tidak jahat, dia jinak,” katanya.

Sendang Pengasih, seturut cerita Yudi, juga kerap digunakan untuk acara ruwatan. Ruwatan merupakan ritual yang dilakukan untuk menolak bala dan maksud lain dalam bentuk serangkaian ritual termasuk memandikan satu barang atau orang.

“Biasanya kalau untuk ruwatan, ada pasien atau paranormalnya yang kesurupan. Kata mereka, ada yang pernah melihat sosok orang tua berjenggot dan berjubah, terus juga ada sosok wanita cantik,” papar Yudi.

Yudi mengaku memiliki beberapa ritual terkandung hajat yang hendak dicapai, yang diturunkan dari para leluhurnya yang telah berurut menjadi kuncen Sendang Pengasih selama ratusan tahun.

Salah satunya, untuk wanita yang sulit jodoh, ada salah satu ritual yang disarankannya, yakni berendam 7 hari berturut untuk mendapatkan efek pengasih, yaitu terlihat lebih cantik dan welas asih, gemati, sehingga dimudahkan jodohnya.

Tapi pengunjung dipersilakan Yudi untuk mengimplementasikan keyakinannya, seperti membakar dupa dan kemenyan lalu nyekar di arca Ganesha dan Siwa yang terletak di bawah pohon Soka sebelah barat sendang.

“Terserah keyakinan pengunjung masing masing asalkan sesuai hati nurani, saya tidak mau mengekang,” katanya.

Nasib Pohon Soka

Akhir Pekan Bersama Penipu, Santet, dan Naga di Sendang Pengasih
Pohon soka di Sendang Kasihan. Foto oleh : Max Maul

Pandangan saya beralih ke sebelah barat tempat kami duduk. Yudi langsung menceritakan tentang flora yang menjadi ciri khas Sendang Pengasih yaitu Pohon Soka. Pohon soka yang berada di atas kami berusia ratusan tahun karena ditanam saat era sultan HB I.

“Namanya temanten Soka, awalnya sepasang tapi sekarang tinggal yang perempuan,” jelasnya.

Ia lalu mengajak saya menghayati nasib pohon tua yang disakralkan tersebut. Ia menyayangkan tingkah laku masyarakat yang mengambil kayu pohon soka untuk dijadikan cincin lalu dijual secara online seharga ratusan ribu rupiah.

“Kayunya terkelupas banyak, jadi keliatan rapuh,” ungkapnya sambil memperlihatkan salah satu bagian pohon yang bolong karena sering diambil kayunya.

Adzan maghrib berkumandang, saya berpamitan kepada Yudi untuk melaksanakan ibadah salat magrib di masjid sebelah selatan Sendang.

“Memang senja yang penuh kisah dan ibroh,” gumamku sambil mengambil air wudhu. (Max Maul / ESP / YK-1)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *