
Penanganan layanan transportasi Maxride di Kota Yogyakarta belum memasuki tahap penindakan, meski Pemerintah Kota Yogyakarta telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Wali Kota terkait pelarangan operasional sejak akhir Oktober 2025.
Kasatlantas Polresta Yogyakarta, AKP Alvian Hidayat, mengatakan kepolisian baru menerima SE tersebut dan belum dapat melakukan langkah lanjutan. Ia menegaskan dasar hukum penindakan tidak bisa mengacu pada SE saja.
“SE itu hanya surat edaran. Penindakan tidak bisa berdasar SE saja, harus ada undang-undang yang mendasari,” ujar AKP Alvian saat dihubungi Pandangan Jogja, Jumat (14/11).
Alvian menyebut Polresta Yogyakarta akan melakukan pembahasan internal sebelum berkoordinasi lebih lanjut dengan Pemkot, termasuk Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Yogyakarta. Koordinasi lintas wilayah juga dibutuhkan karena operasional Maxride tidak hanya berada di Kota Yogya, tetapi juga Kabupaten Sleman.
Polresta memastikan isu Maxride akan ikut dibahas dalam rapat persiapan pengamanan Natal dan Tahun Baru (Nataru). Namun, hingga kini belum ada keputusan teknis mengenai langkah penertiban.
Kepala Dinas Perhubungan Kota Yogyakarta, Agus Arif Nugroho, membenarkan bahwa SE Wali Kota tentang pelarangan Maxride telah diterbitkan sebagai tindak lanjut arahan Gubernur DIY agar kabupaten/kota segera membuat regulasi.
Namun, Agus menegaskan bahwa SE tersebut tidak memuat sanksi sehingga belum dapat dijadikan dasar penindakan. “Kalau di SE-nya, kami belum bisa bicara penindakan karena tidak ada sanksinya,” kata Agus Arif.
Dishub juga belum memiliki data jumlah kendaraan Maxride yang beroperasi, karena layanan tersebut tidak pernah memiliki izin baik armada maupun operasional. Dengan kondisi itu, Polresta dan Dishub memastikan bahwa penanganan Maxride saat ini masih sebatas imbauan sambil menunggu arahan lanjutan dari Pemda DIY dan penyusunan dasar hukum yang lebih kuat.
