Sepekan terakhir, RSUP Dr Sardjito beberapa kali diterpa isu adanya pasien yang positif menderita virus corona China atau 2019-neo coronavirus (2019-nCoV). Kepala Bagian Hukum dan Humas RSUP Dr Sardjito, Banu Hermawan, menegaskan bahwa kabar tersebut ngawur, tidak benar adanya.
“Kami klarifikasi bahwa kabar yang beredar itu tidak benar,” tegas Banu Hermawan dalam konferensi pers, Selasa (28/1).
Yang terjadi sebenarnya adalah pasien yang datang pada Senin (27/1), hanya ingin melakukan tes kesehatan karena beberapa hari sebelumnya telah mengunjungi Hainan, China. Setelah menjalani pemeriksaan, pasien tersebut tidak mengalami gejala-gejala yang mengarah pada 2019-nCoV. Hal itu semakin dikuatkan pasien tersebut selama di Hainan tidak pernah bersinggungan dengan orang yang positif terinfeksi 2019-nCoV.
“Pasien sore itu langsung pulang, karena secara klinis tidak ada indikasi coronavirus itu,” lanjutnya.
Empat Jenjang Virus Corona

Dokter Spesialis Paru RSUP Dr Sardjito, dr Munawar Gani mengatakan ada empat jenjang kasus virus corona, yaitu kasus dalam pemantauan, kasus dalam pengawasan, probable, dan confirm. Pada kasus dalam pemantauan, pasien baru mengalami gejala flue-like syndrome, belum sampai pneumoni.
“Flue-like syndrome itu seperti orang flu. Jadi demam, terus kemudian ada batuk, pilek, nyeri tenggorokan,” jelas dr Gani.
Selain itu, orang tersebut juga memiliki riwayat perjalanan sebelum 14 hari ke China atau ke wilayah yang telah terjangkit 2019-nCoV. Untuk kasus dalam pengawasan, kriterianya adalah selain mengalami gejala flue-like syndrome, dia juga ada riwayat perjalanan ke Wuhan dalam kurun waktu kurang dari 14 hari.
Kriteria berikutnya, selain mengalami gejala flue-like syndrome, orang tersebut juga memiliki riwayat terpapar tiga kelompok, yakni mengalami kontak langsung dengan pasien yang sudah terkonfirmasi terinfeksi 2019-nCoV, bekerja atau mengunjungi fasilitas kesehatan yang memiliki hubungan dengan pasien yang terkonfirmasi terinfeksi 2019-nCoV.
“Kemudian yang ketiga memiliki riwayat kontak erat dengan hewan penular. Yang hewan penular itu tentunya sudah terkonfirmasi bahwa dia memang terkena novel coronavirus,” lanjutnya.
Kriteria kasus dalam pengawasan berikutnya adalah mengalami gejala flue-like syndrome ditambah dengan sesak napas, artinya secara klinis dia sudah mengarah ke pneumoni atau infeksi paru-paru. Selain itu, orang tersebut juga memiliki riwayat melakukan perjalanan ke China atau negara yang telah terjangkit 2019-nCoV dalam waktu kurang dari 14 hari.
Kasus probable ditandai dengan adanya hasil laboratorium yang menunjukkan orang tersebut terkonfirmasi positif terinfeksi virus corona, namun belum bisa dipastikan bahwa virus corona tersebut adalah 2019-nCoV.
“Yang terakhir, kasus konfirmasi. Tentunya dia klinisnya mendukung dan kemudian dengan hasil yang terkonfirmasi bahwa dia positif untuk neo coronavirus 2019,” jelas dr Gani.
Gani juga menegaskan, untuk keempat kasus ini belum ada yang terjadi di RSUP Dr Sardjito. Penanganan terhadap setiap jenjang kasus tersebut dilakukan di dalam ruang isolasi, sebab virus ini diduga kuat sudah bisa menular antarmanusia.
Belum Ditemukan Obatnya
Hingga saat ini, belum ditemukan obat atau antivirus dari 2019-nCoV. Kendati demikian, angka kematian yang dilaporkan sejauh ini akibat 2019-nCoV tergolong lebih kecil dari virus-virus yang mewabah sebelumnya.
“Artinya dibandingkan dengan MERS CoV dan SARS yang sama-sama coronavirus, sementara yang untuk neo coronavirus 2019 ini sekitar 3 persen kematiannya,” lanjut Gani.
Meski tingkat kematiannya tergolong kecil, namun penyebaran virus ini termasuk cukup cepat. Sejak pertama kali dilaporkan pada 31 Desember 2019, sampai sekarang sudah ada lebih dari 4.500 orang yang terkonfirmasi terinfeksi 2019-nCoV. (Widi Erha Pradana / YK-1)